SELAMAT DATANG DI DESA

KATAKANLAH WALAU SATU AYAT

BALEE DESA Headline Animator

14 Desember, 2008

SAMAKAH GAMPONG DENGAN DESA.

Oleh : Mahlil Akhena
Jika kita coba sedikit mundur dan melihat masa-masa kejayaan aceh, maka kita akan mendapatkan satu istilah yang selama ini dipakai namun tanpa makna hanya sekedar romantisme sejarah saja, istilah tersebut adalah gampong, karena pada kenyataan nya gampong itu tidak lebih hanya sebutan nama lain dari desa. Sebenarnya apa itu gampong?, apa saja yang ada digampong?, dan bagaimana gampong dikelola dahulu kala sehingga bisa makmur dan sejahtera yang pada akhirnya menciptakan aceh yang berjaya pada saat itu, dan apakah dulu adanya yang namanya alokasi dana gampong (ADG) yang kucurkan oleh kerajaan kepada gampong dan apakah gampong memiliki perencanaan seperti RPJMG yang sekarang sedang gencarnya-gencarnya di kampanyekan semua orang, tulisan ini akan coba mengupas sedikit akan hakikat gampong, apakah sama dengan desa atau gampong itu memiliki cirikhas sendiri dan tidak layak kalau disebut gampong itu nama lain dari desa.

Snouck Hurgrunje (1985), berkata: gampong merupakan satuan teritorial terkecil. Sebuah gampong dilingkari pagar, dihubungkan oleh satu pintu gapura dengan jalan raya (rèt atau rót), suatu jalan yang melewati blang atau lampoh serta tanah yang menuju ke gampong lain. Dulu setiap gampong mencakup satu kawom (satuan-satuan baik dalam artian teritorial maupun kesukuan) atau sub-kawom yang hanya akan bertambah warganya dengan perkawinan dalam lingkungan sendiri, atau paling tidak, dengan meminta dari warga sesuku yang bermukim berdekatan.
Gampong dipimpin oleh keuchik dengan adanya Keuchik maka wewenang uleebalang menjadi kurang di wilayah gampong itu. Dalam sejarahnya, jabatan uleebalang dijabat secara turun-temurun. Keuchik didasarkan pada kenyataan hakiki bahwa dialah yang membela kepentingan dan keinginan warga, baik berhadapan dengan uleebalang maupun gampong lain. Keuchik menguasai satu gampong, namun ada juga yang mengepalai 2-3 gampong. (Snouck Hurgrunje, 1985).
Gampong dipimpin Keuchik dan Teungku Imuem Meunasah. Keuchik bertugas di bidang administrasi pemerintahan dan berjalannya hukum (adat), sedangkan Teungku Imuem Meunasah bertanggungjawab atas terlaksananya kehidupan keagamaan masyarakat, berjalannya hukum (syariat), terselenggaranya pendidikan (agama dan moral), dan atas bidang-bidang lain yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan kemasyarakatan
Sedang kan mengenai jerih atau honor bagi keuchik pada saat itu, menurut Snouck (1985), hanya sebatas ha’ katib atau hak cupéng (imbalan untuk bantuan yang diserahkan dari keuchik itu untuk pernikahan wanita warga gampongnya) saja, atau kira-kira tarif seperempat ringgit (semaih atau seemas). Sedangkan untuk jasa-jasa yang diberikan keuchik kepada warganya akan dikerjakan dengan ikhlas dan tekun, sesuai dengan jumlah hadiah yang diberi yang disebut ngoen bloe ranub (uang pembeli sirih).
Keuchik (geuchik) dalam perspektif gampong, tidak hanya berkedudukan sebagai pemimpin masyarakat dan wilayah. Keuchik juga sebagai pemangku adat di tingkat gampong.
Keuchik mempunyai wewenang :
1. Memelihara tertib-aman,
2. Mengusahakan kesejahteraan.
Dalam hal kesejahteraan penduduk, keuchik berwenang mengatur pemindahan keluarga ke gampong lain, di mana harus dengan seizin keuchik, ini dikarenakan akan berdampak dalam hal berkebun; sama dengan orang yang bermukim di gampong; Perkawinan juga harus mendapatkan izin dari keuchik, terutama berkenaan dengan usia sigadis apakah masih di bawah umur atau sudah dewasa, atau perkawinan yang bertentangan dengan hukum adat, yang berarti bertentangan dengan hukum syariat (Snouck Hurgrunje, 1985).
Dalam sebuah gampong terdapat pula unsur-unsur pimpinan lain yang dinamakan waki, yang merupakan wakil dari keuchik. Gampong merupakan pemerintahan di bawah mukim. Mukim adalah gabungan beberapa gampong yang merupakan perangkat pemerintahan. Rusdi Sufi, 2002).
Dalam melaksanakan tugasnya dalam kehidupan masyarakat, Keuchik dibantu Tuha Peut (sekumpulan orang yang dituakan karena memiliki beberapa kelebihan). Tuha Peut umumnya memikul tugas rangkap; di samping sebagai penasehat Keuchik, juga sebagai pemikir, penimbang, dan penemu dasar-dasar hukum atas sesuatu keputusan atau ketetapan adat. Kecuali itu, dalam kasus-kasus tertentu mereka kadang-kadang harus berposisi sebagai dewan juri.(Hakim Nya’ Pha, 1998).
Selain tuha peut digampong juga ada yang namanya Tuha Lapan, menganai tuha lapan terdapat dua persi pendapat namun tidak jelas sumbernya, karena berdasarkan tutur dari masyarakat.
Ada dua versi yang berkembang ditingkat masyarakat berkenaan dengan siapa itu tuha Lapan :
1. Tuha lapan merupakan wakil masyarakat yang sesuai dengan
keahliannya terdiri dari unsur ; hukum, ekonomi, politik, agama,
pertahanan, pertanian, pemuda dan wanita. (Anonimous).
2. Tuha lapan adalah unsur ; hukum, ekonomi, politik, agama, pertahanan, pertanian, pemuda dan wanita. .bertindak sebagai pendamping/penasehat dan mengawal rodanya pemerintahan gampong, 4 orang yang mendampingi Geuchik dan 4 orang yang mendampingi Imum Meunasah (Anonimous).
Diperjelas lagi oleh Hakim Nya’ Pha (2001), bahwa dalam menjalankan roda pemerintahan dan kehidupan gampong, Keuchik dan Teungku Imeum Meunasah dibantu oleh berbagai lembaga adat lainnya yang biasanya dipimpin oleh ahlinya sesuai dengan bidangnya.
1. Bidang administrasi dibantu waki (Keurani);
2. Bidang pendidikan dibantu Teungku Inoeng, Teungku Cut, Leubè,
Teungku Leubè;
3. Bidang pengambilan keputusan ada Tuha Peut dan Tuha Lapan;
4. Bidang mata pencaharian ada Keujreun Blang, Peutua Seuneubok,
Panglima Laot, Pawang Gléé;
5. Bidang perkawinan ada seulangké, peunganjo;
6. Bidang kesehatan ada dukon, ma blién;
7. Bidang hukum ada lembaga weuk waséé, lembaga suloh, lembaga hak langgéh;
8. Bidang perekonomian ada lembaga mugè, meusyarikat, gala, mawaih, meudua laba, dan lain-lain.
Roda pemeritahan gampong dipusatkan disatu tempat yang namakan dengan meunasah, menurut Iskandar A. Gani 1998, lembaga meunasah sebagai sarana masyarakat adat menjalankan roda pemerintahan tingkat gampong, dan keberadaan lembaga meunasah menggambarkan ciri khas sebuah gampong, karena setiap gampong ada meunasah. Kalau tidak ada meunasah, tidak dapat disebut gampong.
Di samping yang telah disebutkan, dalam masyarakat Aceh juga dikenal adanya beberapa lembaga. Misalnya, lembaga ekonomi dalam masyarakat gampong, sebagai sumber keuangan untuk biaya pemeliharaan Meunasah dan membiayai sebagian honor Imeum Meunasah, digunakan umoeng meusara. Umoeng musara itu sebagai tanah yang diwakafkan untuk kemaslahatan gampong oleh orang tertentu. Hasil penggarapan tanah inilah yang digunakan (Alfian, dalam Syafei Ibrahim, 1999).
Sebenarnya, hasil umoeng meusara atau tanah meusara ini juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial. Untuk membantu orang yang terkena musibah di gampong, misalnya. Sumber pendapatan itu juga biasanya untuk membantu pengajian, dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya sosial (Syafei Ibrahim, 1999).
Sementara teungku adalah gelar yang digunakan untuk beberapa kategori (Snouck Hurgrunje, 1985), antara lain:
1. Untuk seorang leubè (lebai atau santri) yang sungguhpun bukan termasuk ulama, namun tekun melakukan ibadah maupun seorang haji yang telah menunaikan ibadah haji di Mekah.
2. Bagi seorang malém (mualim; bahasa Arab, artinya guru) yang berpengetahuan mengenai kitab-kitab keagamaan, dan bagi seorang além (alim, orang yang berilmu) yang telah melengkapi pendidikan agama.
3. Dipakai terhadap pria dan wanita yang memberi pengajaran dasar mengaji al-Quran di meunasah-meunasah.
4. Kepada kadi (kali) yang bertindak sebagai hakim agama dalam wilayah uleebalang.
Penghasilan teungku sendiri berasal dari :
1. Fitrah (bila malém juga ada penghasilan lain dari pengobatan orang),
2. Jakeut (zakat),
3. Imbalan uang pengurusan pernikahan,
4. Hak taleukin (uang talkin) pada peristiwa pemakaman, dan
5. Uang Jasa dari keuchik bila turut serta pada kunjungan uleebalang dalam menyelesaikan perkara.
(Snouck Hurgrunje, 1985).
Bersambung yah............


Baca Selengkapnya......

10 November, 2008

Asosiasi Geuchiek Kabupaten Bireun(AGKB)pada tanggal 8-9 Nov 2008 bekerjasama dengan BIMa, Forum LSM, IMPACT,BRR,melaksanakan seminar dan loka karya dengan tema REVITALISASI PEMERINTAHAN GAMPONG MELALUI PROGRAM ALOKASI DANA GAMPONG UNTUK KEMANDIRIAN SERTA KESEJAHTERAAN GAMPONG.

dari hasil seminar dan loka karya, para geuchiek sekabupaten bireun melalui AGKB merekomendsikan beberapa hal sebagai berikut....

Rekomendasi Geuchik Sekbupaten Bireun

Pada Seminar dan Loka Karya
Revitalisasi Pemerintahan Gampong melalui program
Alokasi Dana Gampong untuk kemandirian

1. Aspek Pengelolaan
a.Alokasi Dana Gampong harus dikelola oleh pemerintah gampong secara langsung dan dimasukkan dalam APBG
b. Alokasi Dana Gampong sepenuhnya digunakan untuk kegiatan peningkatan kesejahteraan berdasarkan kebutuhan masyarakat dengan menyusun secara proporsional, kebutuhan belanja aparatur , belanja langsung dan tidak langsung.


2. Aspek Penguatan Kapasitas
Para geuchik mendorong pemerintah kecamatan, kabupaten /kota, pemerintah aceh, untuk memperkuat kapasitas aparatur pemerintah gampong melalui serangkaain proses yang berkelanjuta.

3. Aspek Hukum
Mendesa pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah aceh untuk melaksanakan dukungan Alokasi Dana Gampong (ADG) sesui dengan PP 72/2005 tentang desa (pasal 68, ayat 2 : Bantuan Keuangan dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten /kota sebagaimana dalam ayat (1) harus disalurkan melaluikas desa), permendagri 37/2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa, dan permendagri 66/2007 perencanaan pembangunan desa.

4. Aspek Keberlanjutan
Demi untk mengurangi kemiskinan dan pecepatan kemandirian gampong maka Alokasi Dana Gampong untuk setiap gampong, setiap tahun harus ditingkatkan sesuai dengan rencana kebutuhan gampong secara proporsional.

Bireuen, 9 November 2008
Asosiasi Geuchik Kabupaten Bireun (AGKB)



Hasnawi Ahmad T.Hanan
Wakil Ketua AGKB Kabupaten Sekretaris AGKB Kabupaten




Baca Selengkapnya......

09 September, 2008

Menyelamatkan Gampong dengan Pencairan ADG Segera

Joko Purnomo
Ketika orde reformasi melanda Indonesia, banyak elemen pemerintahan menggugat pemerintah pusat yang selama hampir 32 tahun begitu sentralistik. Gampong termasuk elemen pemerintahan yang mengharapkan reformasi yang dapat memberikan hak dan kewenangan gampong untuk lebih otonom.

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh memberikan kesempatan membangun pilar pemerintahan gampong yang lebih otonom melalui perencanaan dan penganggaran gampong. Sedangkan PP No. 72/2005 tentang Desa memastikan adanya dukungan finansial untuk mewujudkan itu melalui ADG.

Di Aceh Besar program ADG sudah lama bergaung. Sudah banyak gampong yang menyelesaikan dokumen RPJMG, RKPG dan APBG sebagai syarat pencairan ADG. Kabupaten sendiri pernah menyampaikan bahwa pencairan ADG akan dilakukan jika gampong sudah menyelesaikan RPJMG, RKPG dan APBG masing-masing. Namun sampai saat ini belum ada satupun gampong yang menerima ADG 2008. Padahal.......

gampong sudah ”setengah mati” mengejar batas waktu penyusunan yang diberikan oleh Kabupaten. Warga gampong menunggu komitmen dan kebijakan ini masih bertanya-tanya. Ironisnya, Kabupaten tidak memberikan alasan yang jelas dan rasional mengenai permasalahan ini. Tentunya kondisi seperti ini menimbulkan pertanyaan banyak pihak yang mencoba memaknai penyelenggaraan ADG. Terkait itu, kunci sebenarnya pada konsistensi kebijakan dan komitmen kabupaten dalam pencairan ADG.

Percepatan ADG merupakan agenda bersama, bukan hanya kebutuhan gampong saja melainkan kabupaten juga perlu menempatkan hal ini menjadi sesuatu yang serius untuk segera ditangani. Fenomena seperti ini sangat potensial menyebabkan gampong menjadi lebih apatis hanya karena melihat kinerja kabupaten yang tidak konsisten terutama dalam percepatan pencairan ADG.

Hal lain yang perlu diperhatikan bersama adalah kinerja kabupaten yang semakin samar (tidak jelas) dalam membangun kemandirian gampong terutama semenjak terjadinya perubahan SOTK (Susunan Organisasi danTata Kerja) ditingkatan Kabupaten. Kinerja Pemdes yang rencananya mau digabung dalam Bagian Pemerintahan Umum semakin tidak jelas dan bahkan semakin terlihat jauh dari gagasan kemandirian gampong. Idealnya Pemdes menempatkan diri pada barisan terdepan dalam mengembangkan pemerintahan gampong serta mestimulasi peran-peran kecamatan dalam mendampingi gampong.

Untuk itu dalam rangka menyelamatkan gampong, perlu kiranya kita membuat gerakan untuk menuntut percepatan pencairan Alokasi Dana Gampong (ADG). Dan mengkampanyekan ke berbagai media bahwa ADG merupakan hak gampong.

Baca Selengkapnya......

MANDIRI dengan ” MAWAH SAPI”

Teuku Badlisyah (Sekdes Gampong Blangkreung)
Gampong Blang Krueng adalah gampong yang terletak di Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. Mata pencaharian masyarakat di Blang Krueng sangat beragam dari petani, peternak, PNS, hingga TNI. Kehidupan masyarakat yang terdiri dari 541 KK dan 1.885 jiwa di Gampong Blang Krueng dapat digolongkan mandiri. Kemandirian ini tampak baik dalam mengelola kegiatan sehari-hari yang bersifat individu maupun kolektif kemasyarakatan (internal gampong) semisal bidang keagamaan dan sosial.
Selain kegiatan yang bersifat internal gampong, masyarakat Gampong Blang Krueng juga mampu mengelola kegiatan yang berorientasi keluar (eksternal) yang berhubungan dengan kegiatan kecamatan, kabupaten, maupun LSM. Harap diketahui, Gampong Blang Krueng merupakan salah satu gampong binaan Kabupaten Aceh Besar yang pernah mendapatkan........

Anugerah Gampong Terbaik se-Kabupaten Aceh Besar. Gampong Blang Krueng juga mewakili kabupaten Aceh Besar dalam lomba gampong di tingkat Propinsi NAD tahun 2004.
Gampong Blang Krueng termasuk daerah yang terkena bencana gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 silam. Selain memporak-porandakan sarana dan prasarana umum, gempa dan tsunami telah meluluhlantakan fasilitas lainnya seperti tempat ibadah, balai pertemuan, dan lain sebagainya. Semua harta benda termasuk rumah, perabotan, dan juga ternak peliharaan penduduk hilang dan nyaris tak berbekas. Masyarakat yang selamat juga tak luput dari rasa trauma mendalam. Khusus bagi peternak, dahsyatnya tsunami telah memusnahkan sumber penghidupan mereka. Namun kini warga harus mencari profesi lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga meskipun pekerjaan yang dilakoni bukan keahliaannya.
Berpijak pada problem di atas, timbul satu inisiatif dari pemerintahan gampong Blang Krueng untuk melakukan pengadaan kembali ternak sapi bagi masyarakat dengan memanfaatkan bantuan dana dari DAI-USAID, yang saat itu bertindak sebagai salah satu lembaga yang membantu Gampong Blang Krueng. Program peternakan itu nantinya akan dikelola langsung oleh pemerintah gampong dalam bentuk Badan Usaha Milik Gampong (BUMG), sehingga manfaat dari pada usaha tersebut dapat digunakan untuk gampong (kepentingan orang banyak). Dan walaupun dikelola dengan payung BUMG, usaha ternak tersebut diharapkan mengembalikan profesi andalan masyarakat sebagai peternak sapi.

Sistem Mawah
Pengelolaan sapi di Gampong Blang Krueng menganut sistem bagi hasil (mudharabah—bahasa arab) atau dalam bahasa Aceh dikenal dengan istilah Mawah. Di Gampong Blang Krueng, kegiatan “ Mawah Sapi ” sebelumnya pernah berjalan pada 1996-2004 di masa Orde Baru. Pengelolaannya dilakukan oleh organisasi kepemudaan gampong yang bernama “Karang Taruna Teratai Merah”. Melalui program itu, masyarakat benar-benar bisa merasakan manfaat langsung. Di samping bertindak sebagai pemelihara, masyarakat juga mendapatkan bagi hasil keuntungan per tahun. Persentase keuntungan tersebut merupakan hasil kesepakatan dan telah ditetapkan bersama melalui forum gampong.
Pengalaman mengelola peternakan melalui organisasi tersebut telah memotivasi dan menginspirasi masyarakat Gampong Blang Krueng untuk mulai menumbuh kembangkan kembali program tersebut dalam wadah Badan Usaha Milik Gampong (BUMG). Di tahun 2005, dibentuklah BUMG Blang Krueng dengan nama “Yayasan Beudoh Beurata Makmur Sejahtera ”. Kata “yayasan” tersebut menunjukan status hukum BUMG.
Ada dua hal yang melatarbelakangi pembentukan BUMG dalam payung hukum yayasan. Pertama, bentuk yayasan merupakan permintaan DAI-USAID selaku donatur agar kegiatan peternakan bisa terus berlanjut. Kala itu DAI-USAID memfasilitasi pengurusan akte notaris dan administrasi penting lainnya. Kedua, sebagai respon atas permintaan dan fasilitasi DAI-USAID, aparatur gampong bersama tuha peut lantas mengadakan musyawarah yang kemudian menyepakati bahwa yayasan adalah bentuk badan usaha milik gampong.

Mekanisme Program
Di awal program, sebanyak 100 ekor sapi dengan harga Rp. 5 juta diberikan kepada 100 orang peternak sapi. Harapannya, dalam waktu 12 bulan (Januari-Desember 2007) setiap peternak mampu menghasilkan keuntungan Rp. 2 juta per ekor sapi. Keuntungan tersebut akan dibagi tiga bagian yakni dua per tiga menjadi milik pemelihara, dan sepertiga sisanya untuk gampong yang akan diperuntukan sebagai dana pengelolaan masyarakat. Dalam pelaksanaan program berikutnya, kegiatan penggemukan sapi kembali ditawarkan kepada si pemelihara sebelumnya. Namun jika ia tidak mau, maka sapi ditawarkan ke warga yang lain. Di tiap akhir tahun, modal Rp 5 juta bergulir dari di antara warga. Artinya, modal dasar tidak akan pernah hilang /mati dan terus bergulir. Pergantian peran sebagai pemelihara sapi juga memberi manfaat yakni meratanya kesempatan dan keuntungan di antara warga.
Mekanisme pengelolaan program ternak sapi di Blang Krueng adalah sebagai berikut. Pertama, musyawarah dan sosialisasi. Musyawarah dilakukan oleh pemerintah gampong dengan perangkat Tuha Peut guna mendapatkan dukungan, saran, masukan dan persetujuan terhadap pelaksanaan program ini. Di dalam musyawarah ini juga ditentukan siapa penerima manfaat, siapa yang akan bertanggung jawab, dan bagaimana mekanisme pelaksanaan program ke depan. Setelah program ini disetujui oleh Tuha Peut dan melahirkan satu mekanisme pelaksanaan program, aparatur gampong melakukan sosialisasi kepada seluruh komponen masyarakat Gampong Blang Krueng. Hal ini dilakukan sebagai wujud kampanye program kepada masyarakat yang meliputi penyampaian mekanisme kerja dan aturan pemeliharaan. Dengan paparan ini, masyarakat diharapkan bisa terlibat secara maksimal, mendukung, serta melaksanakan program sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Kedua, seleksi calon pemelihara. Calon pemelihara adalah mereka yang sebelum tsunami berprofesi sebagai peternak sapi atau ada kemauan untuk memelihara sapi. Setiap calon pemelihara sapi akan seleksi/diuji kelayakan dan kesiapannya sebagai pemelihara yang akan bertanggung jawab atas ternak. Jika para warga sepakat dengan mekanisme yang ada dan memiliki lahan untuk kandang, maka bisa menerima sapi. Antara pengelola BUMG dengan peternak kemudian menandatangi kontrak bersama di atas materai Rp 6 ribu.
Ketiga, pembuatan kandang. Biaya pembuatan kandang ditanggung oleh si pemelihara ternak. Selain sebagai syarat, hal ini merupakan wujud kontribusi langsung masyarakat terhadap program. Diharapkan pula, rasa memiliki warga terhadap program ini juga kuat. Karena tidak seluruh dana ditanggung oleh gampong, dan ada swadaya dari si pemelihara, dengan sendirinya program ini mendorong warga untuk mandiri dan tidak tergantung kepada gampong selaku donatur.
Keempat, pengadaan Sapi. Setelah proses pembjuatan kandang dilalui oleh peternak, maka selanjutnya kita akan membeli sapi untuk si pemelihara, adapun pengadaan sapi akan dibeli di pasar tradisional (khusus pasar jual beli sapi) yang ada dalam kawasan Aceh Besar dan Banda Aceh seperti di Pasar Ulee Kareng (hari Sabtu), Pasar Sibreh (hari Rabu) dan pasar Seulimeum (hari Senin). Masing-masing pasar tersebut di atas hanya buka khusus pada hari-hari seperti yang telah disebutkan.
Kegiatan pengadaan sapi dilakukan dalam dua tahapan, masing-masing tahapan sebanyak 50 ekor sapi. Pengadaan pertama dilakukan dengan turut melibatkan para peternak/pemelihara secara langsung dengan harapan akan medapatkan bibit sapi yang baik, sehat, dan sesuai dengan selera peternak. Dengan pengalaman peternak, mereka mengetahui jenis sapi yang baik, sehat dan cepat pertumbuhannya. Peternak tahu pada umur dan berat berapa seekor sapi telah siap untuk dijual. Sehingga harga beli sapi betul-betul sesuai biaya produksi yang telah dikerakan untuk tiap ekor sapi. Dari sana, maka target waktu penggemukan bisa tercapai secara optimal. Adapun kriteria sapi yang baik ditentukan pada postur rangka tubuh sapi-sapi tersebut. Sapi yang memiliki rangka besar, memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat. Sapi yang dipilih untuk penggemukan adalah sapi jantan.
Kelima, Pemeliharaan/Penggemukan. Sapi-sapi dalam program ini selalu dikandangkan baik siang maupun malam hari. Pemelihara sapi setiap hari mencari pakan dari jenis rumput dan sejenisnya. Rumput ini dapat diperoleh dari areal persawahan, kebun, maupun rumput yang dipelihara secara khusus oleh setiap pemelihara yang memiliki lahan pemeliharaan rumput.
Masing-masing peternak sapi sudah menyiapkan lahan dengan luas minimal rata-rata 100 M2. Lahan ini dimaksudkan sebagai tempat pembuatan kandang dengan ukuran luas minimal rata-rata 5 x 3 M persegi. Dan lahan yang tersisa dicadangkan sebagai lahan penanaman pakan ternak dari jenis rumput gajah, rumput tebu, tanaman pisang ataupun rumput biasa. Pakan ini disiapkan sebagai pakan cadangan dan pakan tambahan bila sewaktu-waktu si pemelihara ternak tidak sempat mencari pakan di luar, yang mungkin disebabkan oleh kondisi cuaca seperti pada saat hujan.
Dalam keadaan normal (tidak hujan), masing-masing peternak mendapatkan pakan ternaknya dari lahan sawah, pematang sawah (bila sedang musim tanam padi), maupun kebun-kebun kosong yang ada di dalam gampong. Tidak jarang pula ada sebahagian peternak yang mencari pakan ternaknya sampai ke gampong-gampong tetangga, bahkan ada yang sampai ke wilayah kota seperti dikomplek perumahan, lingkungan dinas dan fasilitas umum seperti RSU Zainal Abidin, pasar dan lain sebagainya.
Bahkan bagi peternak yang semangat kerjanya lebih giat lagi dan memiliki waktu luang yang lebih banyak, mereka dalam mencari pakan ternak sampai ke wilayah kecamatan lainnya dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, seperti Kecamatan Darussalam, Barona Jaya, Ingin Jaya, Lhoknga, Kuta Baro, Leupung dan Kecamatan Masjid Raya.
Frekuensi pemberian pakan ternak perhari, per ekor sapi sebanyak 2 (dua) kali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Frekuensi Pemberian Pakan
No Waktu Banyaknya Pakan/Ekor Sapi Jenis Pakan
1 Pagi Hari 1 Karung Ukuran 50 Kg Rumput
2 Malam Hari 1 Karung Ukuran 50 Kg Rumput
Hasil wawancara dengan Zulkifli, salah satu peternak di Gampong Blang Krueng.

Kemudian dalam setiap per tiga bulan sekali, masing-masing peternak akan memberikan ramuan tradisional yang sudah ditumbuk atau direbus terlebih dahulu, kemudian airnya diminumkan untuk ternak. Komposisi ramuan tradisionil ini terdiri dari kunyit hidup dan On Bheum (bahasa Aceh). Ramuan ini dapat berfungsi sebagai perangsang untuk menambah nafsu makan ternak, sekaligus juga bisa berfungsi sebagai anti biotik agar ternak memiliki tingkat kekebalan tubuh yang lebih tinggi dan terhindar dari penyakit.
Contoh pakan ternak dari jenis rumput biasa yang siap diberikan untuk ternak. Foto ini diambil pada salah satu kandang warga a.n Syamaun Ibrahim. Pakan ini juga dipergunakan peternak ketika melakukan press penggemukan.
Memasuki dua atau tiga bulan menjelang waktu panen, para peternak akan melakukan pemberian pakan untuk ternaknya secara intensif. Selain pemberian pakan seperti yang sudah disebutkan di atas, peternak juga akan memberikan pakan tambahan yang terdiri dari rumput dan dedak alami halus. Pemberian pakan pada tahap ini dengan cara si pemelihara/peternak menyuapi ternaknya pada malam harinya. Kegiatan ini terus menerus di lakoni oleh masing-masing peternak sampai akhirnya waktu panen (penjualan) ternak itu tiba.
Kelima, Masa Panen. Masa panen dilakukan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan pemeliharaan ataupun mengikuti permintaan pasar yang tinggi dikala mau memasuki bulan Ramadhan, Lebaran dan Maulid Nabi. Satu bulan sebelum pemanenan pihak pemelihara akan melakukan pres penggemukan. Sapi akan diberikan makan tambahan berupa dedak alami yang halus, sehingga berat badannya bisa meningkat.
Pemasaran dilakukan ditempat-tempat yang resmi dijadikan sebagai pasar perdagangan sapi. Penjualan ini sendiri melibatkan langsung pengelola yayasan dan juga peternak. Keterlibatan dua pihak ini penting dilakukan guna menghindari manipulasi harga. Sehingga kepercayaan antara pengelola dan peternak tetap terjaga.

Meningkatnya Pendapatan Gampong
Hasil penjualan sapi tahap demi tahap telah memberikan dampak dan manfaat yang luar biasa bagi pmeelihara sendiri maupun gampong. Seperti disebut di atas, pemelihara langsung mendapatkan dua per tiga bagian dari laba dan sisa sepertiga untuk yayasan. Keuntungan yayasan BUMG inilah yang nantinya digunakan untuk pembangunan sarana fisik maupun sosial kemasyarakatan di gampong. Di Blang Krueng, kegiatan pembangunan itu sendiri telah disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RMJMG tahun 2008-2013).
Belajar dari hasil pelaporan dan pertanggungjawaban dana yang dilakukan oleh Yayasan kepada Pemerintah Gampong pada akhir Desember 2007, dapat disimpulkan bahwa keuntungan rata-rata yang diperoleh dalam satu ekor sapi dalam setiap bulannya adalah Rp 120 ribu. Total keuntungan pertahunnya dalam setiap ekor adalah Rp 1.440.000,00. Keuntungan dibagi tiga sesuai dengan mekanisme perjanjian yang telah disepakati. Adapun untuk lebih rincinya sbb.

No Keuntungan /Bulan/Ekor
( Rp ) Keuntungan
/Tahun/Ekor
( Rp ) Keuntungan 100 Ekor
( Rp ) Bagian Peternak
( Rp ) Bagian Yayasan
( Rp )
120.000,- 1.440.000,-
144. 000.000 96.000.000 48.000.000
Sumber: Rekapitulasi laporan akhir Yayasan Blang Krueng.
Dari data laporan yang disajikan di atas, gampong memperoleh keuntungan Rp. 48 juta. Sebanyak Rp 30 juta dipergunakan dalam Rencana Kerja Pembangunan Gampong (RKPG) tahun 2008 dan dana sisanya sebanyak Rp. 18 juta dijadikan sebagai dana operasional dan saving oleh yayasan.

Permasalahan dan Solusi
Dalam perjalanan pengelolaan selama setahun banyak kendala dan persoalan yang terjadi. Permasalahan ini banyak muncul dari pihak pemelihara. Ada satu anggapan bahwa sapi ini milik mereka secara penuh. Selain tidak bersedia menjalankan aturan yang telah disepakati, banyak dari mereka yang menjual sapi tanpa melibatkan pihak yayasan. Semua keuntungan penjualan juga tidak dibagi. Bahkan kadang kala, pemelihara nekat menjual sapi tanpa mengembalikan modal kepada pengelola.
Untuk menyelesaikan masalah ini, sebenarnya pihak Yayasan cukup merujuk kembali pada kesepakatan bersama. Sebab, di kontrak sudah dijelaskan bahwa jika terjadi pelanggaran, manipulasi, maupun pencurian yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait maka penyelesaiannya dilakukan jalur hukum. Artinya, pengelola bisa melaporkan tindakan mereka sebagai satu tindakan kriminal yang nantinya akan ditangani pihak berwajib. Namun sampai sejauh ini, phal ini masih belum mampu dijalankan. Yayasan menimbang bahwa peternak adalah masyarakat lokal yang masih perlu dibimbing dan diberikan arahan-arahan supaya tidak menyimpang. Bahkan jikapun sudah menyimpang, Yayasan berupaya agar peternak bisa menyadari dan kembali ke jalan yang benar.
Permasalahan lain yang muncul yakni sistem kontrol yang tidak terarah oleh pengelola Yayasan. Artinya, pihak pengelola dalam menjalankan tugas dan fungsinya masih berbaur antara satu dengan yang lain. Bendahara Yayasan yang sebenarnya bertugas untuk mengelola keuangan, terkadang mencampuri atau melakukan tugas dan peran ketua maupun sekretaris. Bendahara juga sering membuat pengarsipan dokumen dan pembuatan data-data, padahal itu adalah tugas sekretaris Yayasan. Menurut pengelola Yayasan, tumpang tindihnya peran dan fungsi tersebut bukan disengaja, melainkan dampak keterbatasan kapasitas manajemen. Pada prinsipnya, dalam menyelesaikan permasalan yang ada, pihak pengelola berupaya untuk selalu bekerja sama dengan pemerintah gampong dan tuhap peut.
Pengelola dan pemerintahan gampong ke depan juga berencana untuk melakukan kerjasama dengan pemerintah baik tingkatan kecamatan maupun kabupaten guna mencari solusi bersama terrhadap penanganan masalah yang ada. Pengelola yayasan akan membuat satu rekomendasi bersama dengan pemerintah kecamatan dan kabupaten supaya bisa melahirkan satu kebijakan terkait pengelolaan BUMG, mempromosikan BUMG, melakukan study banding dengan BUMG/BUMDes tempat lainnya yang sudah tertata secara bagus, serta turut dalam melakukan pembinaan terkait laporan keuangan dan pengarsipan data-data.
Di samping itu pengelola Yayasan juga akan meminta bantuan pada lembaga-lembaga, LSM maupun NGO lokal agar bisa mendampingi dan mendukung gampong dalam pengelolaan BUMG. Terutama dalam aspek partisipasi, transparasi, dan akuntabilitas. Pengelolaan BUMG yang baik dengan sendirinya akan menopang kemandirian gampong yang dicita-citakan dalam perencanaan jangka menengah gampong.


Baca Selengkapnya......

10 Agustus, 2008

Keuchik dan RPJMG : Laksana si Buta Mengenal Gajah

Komitmen Pemerintah Aceh untuk membangun gampong, sepertinya bukan sekadar wacana semata, bahkah Irwandi Yusuf Gubernur Aceh periode 2007-2012 berkomitmen di tahun 2009 akan menganggarkan dana sebesar 100 juta rupiah per gampong, tentunya dengan catatan bila gampong mampu memenuhi persyaratan-persyaratannya. Bak gayung bersambut, beberapa Non Government Organization (NGO) dan Lembaga Donor Asing yang masih berada di Aceh dalam waktu bersamaan juga sedang giat-giatnya mengampanyekan program pemberdayaan, khususnya pemberdayaan dan penguatan gampong baik dimensi kepemerintahannya maupun infrastruktur pendukung guna berjalannya roda kepemerintahan di tingkatan gampong dengan optimal. Sambutan dan dukungan yang kuat juga datang dari Pemerintah kabupaten/kota dalam menyukseskan program pembangunan dan penguatan gampong.

Kabupaten Aceh Besar adalah salah satu kabupaten yang berkomitmen penuh untuk memulai pembangunan dari gampong yang mengusung konsep gampong mandiri dengan motto ” Gampong Kong, Nanggroe Teudong”, yang berarti ”jika desa mandiri, maka negara akan kuat”. Untuk mendukung program gampong mandiri, 10% dari dana perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dari Kabupaten Aceh Besar akan dialokasikan untuk gampong lewat paket Alokasi Dana Gampong (ADG), hal ini sesuai dengan PP 72 tahun 2005 tentang Desa.

Pemerintah Kabupten Aceh Besar yang bekerjasama dengan AIPRD-LOGICA telah menetapkan beberapa regulasi tentang gampong sebagaimana tercantum dalam di bawah ini.

Regulasi-regulasi tentang Gampong di Aceh Besar


1.Peraturan Bupati Aceh Besar No. 04 tahun 2008 Pedoman Keuangan Gampong
2.Keputusan Bupati Aceh Besar No. 74 tahun 2008 Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Gampong dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong dengan pendekatan partisipatif.
3.Keputusan Bupati Aceh Besar No. 75 tahun 2008 Pedoman Pengelolaan alokasi dana gampong kabupaten Aceh besar tahun 2008
4.Keputusan Bupati Aceh Besar No. 116 tahun 2008 Penetapan besaran alokasi dana gampong tahun 2008
5.Keputusan Bupati Aceh Besar No. 118 tahun 2008 Pedoman pencairan alokasi dana gampong Aceh besar tahun 2008

Selain beberapa regulasi tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar juga membangun kerjasama dengan AIPRD-LOGICA dan Mercy Corps untuk penguatan kapasitas Staf Kecamatan dan Pemerintahan Gampong melalui serangkaian pelatihan-pelatihan tentang tata cara penyusunan perencanaan dan penganggaran di tingkat gampong.

Agar gampong mendapatkan dana ADG maka gampong harus memenuhi beberapa syarat yaitu :

1.Menyusun dan mengirimkan Dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong tahun 2008.
2.Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong (LPPG) Tahun 2007.
3.Nomor rekening gampong yang dikelola oleh Bendahara Gampong di Bank yang ditunjuk.

Hal ini sesuai dengan Keputusan Bupati Aceh Besar No. 118 tentang Pedoman pencairan ADG tahun 2008.

Hambatan Gampong dalam Menyusun Perencanaan

Guna tercapainya target penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RPJMG), Pemerintah Kabupaten Aceh Besar menetapkan beberapa surat keputusan untuk membentuk tim teknis ADG di tingkat Kabupaten, serta tim pendamping di kecamatan. Sedangkan dilevel gampong tim perencanaan ditetapkan melalui SK Keuchik.

Guna meningkatkan kapasitas dan pemahanam dalam penyusunan RPJMG,RKPG dan APBG maka Kabupaten Aceh besar bekerjasama dengan AIPRD-LOGICA dan Mercy Corps melaksanakan beberapa kegiatan seperti sosialisasi RPJMG, RKPG, dan APBG bagi Keuchik dan Tuha Peut; Training of Trainer (ToT) bagi Tim pendamping kecamatan tentang tata cara penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG; serta pelatihan tata cara penyusunan perencanaan dan penganggaran di gampong bagi Tim Perencanaan Gampong (TPG), Sekretaris Desa dan Bendahara.

Persolaan yang timbul kamudian adalah hampir semua tim pendamping kecamatan tidak secara intensif melakukan pendampingan bagi TPG dalam menyusun perencanaan dan penganggaran. Hal seperti ini terjadi karena kendala tidak meratanya tingkat sumber daya manusia anggota tim pendamping Kecamatan. Banyak anggota tim kecamatan yang diutus adalah staf-staf yang sudah tua sehingga mereka memiliki keterbatasn waktu dan kesempatan. Eksesnya, Keuchik dan Tim Perencanaan Gampong (TPG) mengalami kebingungan ketikan harus menyusun RPJMG, RKPG, dan APBG. maka Keuchik dan TPG tak ubahnya bagai upaya si buta mengenal gajah.

Berdasarkan pengamatan penulis selama mendampingi proses penyusunan RPJMG, RKPG, dan APBG di Aceh Besar, nampak bahwa baik kapasitas pemerintah gampong maupun fasilitas pendukung sangat memprihatinkan. bahkan Masih ada keuchik yang tidak bisa baca tulis, tidak tersedianya fasilitas pendukung seperti mesin ketik, belum lagi sikap apatis dari pemerintahan gampong terhadap keseriusan dari program penyusunan dan penganggaran gampong yang dilaksanakan pemerintah.

Sehingga bukan hal yang aneh jika selama pelatihan tata cara penyusunan RPJMG, RKPG, dan APBG ada Sekdes yang mengeluh,

”Kami disuruh untuk menyusun dokumen RPJMG, RKPG, dan APBG. Sementara digampong, jangankan komputer, mesin ketik tua pun kami tidak punya .”

Berangkat dari gambaran kondisi di atas maka lumrah jika ada gampong yang hanya menjiplak dokumen perencanaan dari gampong lain. Ada juga gampong yang RPJMG, RKPG, dan APBG-nya langsung dikerjakan oleh TPG tanpa melalui proses yang partisipatif dengan warga. Hal dikarenakan jika pemerintah gampong tidak berhasil menyusun dokumen RPJMG, RKPG, dan APBG, imbasnya adalah tidak akan dicairkannya ADG untuk gampong.

Jika gampong tidak mendapatkan ADG, maka uang kehormatan tuha peut, jerih sekretaris tuha peut, jerih Bendahara Gampong, jerih Kepala Dusun tidak akan dicairkan karena uang kehormatan dan jerih tersebut masuk dalam paket ADG.

Kesimpulan dan Rekomendasi
Bercermin dari realitas yang terjadi di lapangan, penulis merekomendasi beberapa usulan bagi tiga pihak yang bertanggung jawab dalam hal penyusunan RPJMG, RKPG, dan APBG.

A.Tim ADG Kabupaten Aceh Besar:
1.Melaksanakan pendampingan yang berkesinambungan lewat pertemuan rutin Tim Pendamping Kecamatan di Kabupaten.
2.Membuka Sekretariat khusus ADG di Kabupaten sebagai tempat Tim Pendamping Kecamatan berkonsultasi dengan tim ADG Kabupaten.

B.Tim Pendamping Kecamatan:
1.Selalu berkonsultasi dengan tim ADG Kabupaten.
2.Tim Pendamping Kecamatan lebih fokus untuk melaksanakan pendampingan ke gampong-gampong.
3.Ada distribusi sumber daya dan tugas pendampingan bagi tim kecamatan berdasarkan klaster gampong dalam kecamatan masing-masing.
4.Melaksanakan forum evaluasi rutin dengan seluruh TPG yang ada di gampong dalam kecamatan tersebut.

C. Tim Perencanaan Gampong (TPG) :
1.Membuka ruang partisipasi seluas-luasnya bagi masyarakat dalam proses penyusunan RPJMG, RKPG, dan APBG.
2.Selalu berkonsultasi ke Tim Pendamping Kecamatan jika mendapatkan hambatan dalam proses penyusunan perencanaan dan penganggaran gampong.

Baca Selengkapnya......

22 Juli, 2008

Wanitapun Bisa Berbuat

Reung khan salah satu kerajinan aceh yang sudah mulai langka digunakan, dulunya orang aceh menggunakan Reung khan sebagai alas Panci, Kuali atau alat -alat masak lainnya.
Hasil kerajinan rumah tangga yang dikembangkan oleh Ibu-ibu  digampong Lambada   Peukan Kecamatan Darussalam Aceh Besar


Salah seorang ibu-ibu dari Gampong Lambada Peukan sedang mempraktekkan kemahiran menyulam, dalam acera lomba desa tingkat Propinsi NAD tahun 2008
Salah seorang ibu-ibu yang berasal dari gampong Lambada Peukan sedang memperlihatkan kemahiran dalam membuat kesek kaki dari sabut kelapa, pada acara perlobaan desa tingkat Provinsi NAD tahun 2008 

Baca Selengkapnya......

14 Juli, 2008

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN PERAN KPM

KEDUDUKAN

KPM berkedudukan di Desa dan Kelurahan.

TUGAS
KPM mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa atau Lurah dan Lembaga Kemasyarakatan dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif, yang meliputi:

  1. menggerakkan dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan diwilayahnya;
  2. membantu masyarakat dalam mengartikulasikan kebutuhannya dan membantu mengidentifikasi masalahnya;
  3. membantu masyarakat mengembangkan kapasitas agar dapat menangani masalah yang dihadapi secara efektif;
  4. mendorong dan meyakinkan para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan masyarakat; dan
  5. melakukan pekerjaan purna waktu untuk menghadiri pertemuan/ musyawarah, membantu kelompok masyarakat dalam memperoleh akses terhadap berbagai pelayanan yang dibutuhkan.

FUNGSI
Dalam melaksanakan tugas KPM mempunyai fungsi :

  1. pengidentifikasian masalah, kebutuhan dan sumber daya pembangunan yang dilakukan secara partisipatif;
  2. penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat bersama Lembaga Kemasyarakatan kepada Pemerintah Desa atau Kelurahan;
  3. penyusunan rencana pembangunan dan fasiltasi musyawarah perencanaan pembangunan secara partisipatif;
  4. pemberian motivasi, penggerakkan dan pembimbingan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif;
  5. penumbuhkembangan prakarsa, swadaya dan gotong royong masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif;
  6. pendampingan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif;
  7. pendampingan masyarakat dalam pemantauan dan proses kesepakatan penyempurnaan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan;
  8. pendampingan masyarakat dalam pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan hasil pembangunan;
  9. penumbuhkembangan dinamika Lembaga Kemasyarakatan dan kelompok­kelompok masyarakat yang bergerak di bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan pelestarian lingkungan hidup dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat;
  10. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan Kader Teknis dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif; dan
  11. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik lndonesia.

PERAN KPM

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi KPM mempunyai peran sebagai:

  1. pemercepat perubahan (enabler), yaitu membantu masyarakat untuk mengidentifikasi masalah, mengembangkan kapasitas agar dapat menangani masalah yang dihadapi secara Ie bih efektif dan mengembangkan hubungan di antara pemeran/ stakeholders pembangunan dengan baik;
  2. perantara (mediator), yaitu melakukan mediasi individu atau kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan atau pelayanan masyarakat atau kelompok masyarakat dengan stakeholder lainnya, dan individu atau kelompok masyarakat apabila terjadi konflik dalam masyarakat;
  3. pendidik (educator), yaitu secara aktif memberikan berbagai masukan yang positif dan langsung sebagai bagian dari pengalaman-pengalamannya. Membangkitkan kesadaran individu atau kelompok warga masyarakat bahwa ketidakberdayaan mereka disebabkan oleh ketidaksadarannya pada berbagai masalah yang ada pada dirinya.
  4. Memberi informasi melalui kegiatan belajar-mengajar untuk mendidik dan membiasakan warga yang didampinginya berfikir lebih matang secara komprehensif. Menularkan dan membagi pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh selama menjadi pendamping kepada masyarakat;
  5. perencana (planner), yaitu mengumpulkan data mengenai masalah yang terdapat dalam masyarakat, kemudian menganalisa dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah dan mengembangkan program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan patisipatif;
  6. advokasi (advocation), yaitu memberikan advokasi dani atau mewakili kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun pelayanan dan mendorong para pembuat keputusan/Kepala Desa/Lurah untuk mau mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan masyarakat;
  7. aktivis (activist), yaitu melakukan perubahan institusional yang lebih mendasar dengan tujuan pengalihan sumber daya ataupun kekuasaan pada kelompok yang kurang mendapatkan keuntungan. Memperhatikan isu-isu tertentu, menstimulasi kelompok-kelompok yang kurang diuntungkan untuk mengorganisir diri dan melakukan tindakan melalui negosiasi dalam mengatasi konflik; dan
  8. pelaksana teknis (technical roles), yaitu mengorganisir warga masyarakat, tetapi juga melaksanakan tugas-tugas teknis seperti mengumpulkan data, mengolah data, menganalisis, mengoperasikan komputer, menulis, presentasi dan mengatur serta mengendalikan keuangan.

Baca Selengkapnya......

PEMBENTUKAN KPM

PEMBENTUKAN KPM :

  1. KPM dibentuk di desa dan kelurahan berdasarkan Keputusan Kepala Desa/ Lurah.
  2. Pembentukan KPM dilakukan melalui proses pemilihan dari calon-calon KPM.
  3. KPM berjumlah antara 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) Kader yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.

SYARAT-SYARAT CALON KPM ADALAH:

  1. Warga desa/kelurahan laki-laki dan perempuan yang bertempat tinggal secara tetap di desa/kelurahan yang bersangkutan;
  2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. Berkelakuan baik dan menjadi tauladan di lingkungannya, dikenal dan diterima oleh masyarakat setempat;
  4. Sehat jasmani dan rohani;
  5. Mempunyai komitmen untuk bekerja purna waktu dalam membangun desa/kelurahan;
  6. Mengutamakan pengurus Lembaga Kemasyarakatan, pemuka masyarakat, pemuka agama, pemuka adat, guru, tokoh pemuda, dan sebagainya;
  7. Batas umur yang disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan potensi desa/ kelurahan;
  8. Pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan potensi desa/ kelurahan;
  9. Mempunyai mata pencaharian tetap; dan
  10. Memenuhi persyaratan lain yang dianggap perlu oleh desa/kelurahan.

DALAM PROSES PEMILIHAN KPM PEMERINTAH DESA DAN LURAH BERSAMA PENGURUS LEMBAGA KEMASYARAKATAN MELAKUKAN LANGKAH-LANGKAH:

  1. Menyepakati syarat-syarat sesuai kondisi desa/kelurahan yang dapat dipenuhi untuk calon KPM;
  2. Membentuk Tim seleksi calon KPM yang terdiri dari unsur aparat Pemerintah Desa/Kelurahan dan masyarakat, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa/ Lurah;
  3. Mengumumkan pendaftaran melalui selebaran atau media lain yang sesuai kondisi desa;
  4. Melakukan seleksi sesuai kesepakatan seperti syarat administratif dan wawancara;
  5. Calon KPM yang dinyatakan lulus, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa/ Lurah;
  6. Calon KPM diajukan kepada Bupati/Walikota melalui Camat untuk mengikuti pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat; dan
  7. Calon KPM yang telah mengikuti pelatihan pemberdayaan masyarakat dengan baik, dikukuhkan secara resmi melalui Keputusan Kepala Desa/Lurah.

DALAM PEMBENTUKAN KPM, PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA MELAKUKAN:

  1. Penyelenggaraan pelatihan bagi calon KPM;
  2. Pemberian Sertifikat/Surat Keterangan telah mengikuti pelatihan kepada calon KPM yang telah mengikuti pelatihan dengan baik; dan
  3. Dapat melakukan pemberian identitas diri sebagai KPM berupa kartu KPM.

KPM yang pindah datang dari desa/kelurahan lain, apabila melaporkan diri dan menunjukkan kartu identitas KPM kepada Pemerintah Desa/Kelurahan yang baru, yang bersangkutan dapat dikukuhkan sebagai KPM.


Baca Selengkapnya......

08 Juli, 2008

Mekanisme penyampaian Rancangan Qanun Gampong tentang APBG

Oleh : MAHLIL AKHENA

· Rancangan Qanun Gampong tentang APBG sebelum ditetapkan menjadi Qanun Gampong harus disampaikan kepada Bupati melalui Camat selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah disetujui bersama oleh Keuchik dan Tuha Peut, selanjutnya Camat melakukan evaluasi terhadap Rancangan Qanun APBG yang dimaksud.

· Materi evaluasi adalah melihat keserasian antara penganggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dengan:

1. RKPG dan kewenangan gampong,
2. Keserasian antara belanja pemberdayaan masyarakat, serta belanja aparatur dan Operasional Pemerintah Gampong, yang berasal dari sumber ADG.

· Camat atas nama Bupati menetapkan hasil evaluasi perihal penganggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan yang perlu disempurnakan dan menyampaikan kepada gampong selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja setelah menerima Rancangan Qanun Gampong sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu).

· Keuchik bersama Tuha Peut segera melakukan penyempurnaan dan penyesuaian terhadap Rancangan Qanun Gampong tentang APBG dan menyampaikan kepada Camat paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

· Dalam hal Camat atas nama Bupati tidak memberikan jawaban atau melewati masa 12 (dua belas) hari kerja, Keuchik dapat menetapkan Rancangan Qanun Gampong tentang APBG menjadi Qanun Gampong.

· Qanun Gampong tentang APBG yang telah ditetapkan oleh Keuchik disertai keputusan Tuha Peut sebagaimana dimaksud pada angka 5 (lima) disampaikan kepada Bupati Cq. Kepala Bagian Pemerintahan Desa melalui Camat paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan, dengan melampirkan ketetapan hasil evaluasi dari Camat.

· Dalam hal Keuchik dan Tuha Peut tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dan tetap menetapkan Rancangan Qanun Gampong tentang APBG menjadi Qanun Gampong, maka akan dilakukan pembatalan oleh Bupati melalui Keputusan Bupati tentang berlakunya pagu anggaran tahun lalu (Rp. 16.000.000,--).

· Qanun gampong yang sudah memenuhi ketentuan berdasarkan hasil evaluasi, Camat atas nama Bupati menetapkan persetujuan Qanun Gampong tentang APBG.

· Qanun gampong sebagaimana dimaksud pada point (h) disampaikan kepada Bupati Cq. Kepala Bagian Pemerintahan Desa, DPR Kabupaten Aceh Besar, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Aceh Besar, Badan Pengawasan Kabupaten (BAWASKAB), Camat, Imuem Mukim dan Tuha Peut.

Baca Selengkapnya......

02 Juli, 2008

Meretas Jalan Menyusun Rencana Pembangunan Gampong Dan Mendorong Kebijakan ADG*


Oleh: Joko Purnomo**

Sebenarnya perencanaan pembangunan bukan merupakan barang baru dalam sistem perencanaan pembangunan di Aceh. Karena sejak dulu setiap gampong terlibat dalam perencanaan daerah melalui musrenbang dari bawah. Gampong diberikan kesempatan untuk menyusun daftar usulan pembangunan dalam forum musrenbang gampong. Namun demikian, tidak semuanya gampong tahu persis bagaimana perencanaan itu disusun, apa kegunaan perencanaan dan siapa yang menyusun ?. Bahkan, fakta menunjukkan bahwa gampong tidak mempunyai dokumen perencanaan pembangunan. Apalagi aceh yang nota bene wilayah yang mempunyai sejarah konflik yang berkepenjangan, belum lagi tsunami yang melanda sebagian wilayah aceh membuat gampong dalam kondisi yang serba minim.

Meskipun selama ini agenda musrenbang selalu dijadwalkan oleh pemerintah kabupaten melalui BAPPEDA, gampong tetap saja tidak mengadakan musyawarah perencanaan pembangunan gampong dengan alasan: pertama, Keuchik (Kepala Desa) dan perangkat desa merasa tidak mempunyai kemampuan untuk menyusun perencanaan gampong, dengan demikian perencanaan gampong selalu dititipkan kepada kecamatan. Ironisnya, Keuchik meminta kecamatan untuk mengisi form perencanaan pembangunan tanpa dimusyawarahkan dengan warga. Kemudian kecamatan yang memotret kebutuhan perencanaan pembangunan gampong meskipun kadang jauh dari harapan warga. Kedua, pemerintah gampong merasa bosan, jenuh karena berdasarkan pengalaman usulan-usulan yang mereka rencanakan selalu dipotong bahkan menjadi tidak jelas nasibnya (terlantar), jadi usulannya ya........ tinggal usulan saja. Kondisi semacam ini sudah lama berlangsung akhirnya hanya membuat gampong menjadi pesimis dan frustasi.

Sudah barang tentu bukan merupakan pekerjaan mudah mengubah sikap mental masyarakat dan tradisi pemerintahan gampong yang berjalan seadanya. Yang terpenting adalah membuat masyarakat terbuka pemikirannya dan tergugah hatinya untuk membangun gampong bersama. Terlebih-lebih bagaimana membuat aparat pemerintahan mempunyai semangat baru untuk menggerakkan pembangunan di gampong.

Dalam situasi seperti ini LOGICA mencoba meletakkan konsep program yang mengarah pada terciptanya “Pemerintahan Responsif dan Masyarakat yang Aktif”. Upaya ini dikembangkan salah satunya melalui program penguatan pemerintahan gampong yang salah satu agenda besarnya adalah mengembalikan perencanaan pembangunan gampong menjadi hak dan kewajiban pemerintah gampong. Tentunya untuk melaksanakan agenda ini membutuhkan dukungan baik dari pemerintah supra gampong, pemerintah gampong sendiri maupun masyarakat.

Regulasi kabupaten tentang Perencanaan dan Penganggaran gampong.

Tidak adanya regulasi tingkat Kabupaten tentang perencanaan dan penganggaran gampong membuat kami sulit untuk bergerak. Untuk itu diperluan langkah untuk mengembalikan kepercayaan gampong dalam menyusun perencanaan pembangunan (RPJMG) dengan mendorong pemerintah kabupaten untuk mengeluarkan regulasi yang memuat pedoman penyusunan perencanaan pembangunan dan penganggaran gampong. Ternyata upaya ini pun tidaklah mudah dan kurang mendapat sambutan yang menarik dari pemerintah kabupaten. Banyak pihak kurang merespon kegiatan yang kita usulkan saat itu. Artinya upaya yang ditempuh oleh fasilitator LOGICA cukup menemukan tantangan birokrasi dan elitisme pejabat yang sulit untuk diajak koordinasi. Dengan kesabaran dan semangat yang tinggi kami menginisiasi kegiatan ini melalui Bagian Pemerintahan Desa. Melalui bagian pemerintahan desa, koordinasi, kajian dan diskusi mulai dihidupkan, dengan tujuan program perencanaan pembangunan gampong ini menjadi bagian dari program kerja mereka. Kami juga melakukan pendekatan dengan Asisten I dan Wakil Bupati sebagai pintu masuk untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Ada beberapa langkah yang ditempuh untuk melaksanakan kegiatan ini: Pertama: Mendorong pemerintah kabupaten untuk membentuk Tim Teknis ADG tingkat Kabupaten. Tim ini berjumlah 12 orang diketuai oleh Asisten I Bupati Aceh Besar dan beranggotakan kabag Pemdes, Kabid BPM, Bagian Hukum, Bagian Keuangan. Sebagai legitimasi keberadaan tim tersebut, Bupati mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 189 Tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Perencanaan Alokasi Dana Gampong Kabupaten Aceh Besar. Salah satu tugas Tim Teknis adalah; melakukan koordinasi dan kerjasama dengan tim LOGICA dalam penyusunan regulasi (peraturan) tata cara penyusunan dan evaluasi rencana pembangunan gampong. Kedua: Mendorong Tim teknis kabupaten untuk menyusun regulasi tentang Pedoman Umum Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Gampong. Untuk menyusun regulasi tersebut dilakukan 3 kali workshop dengan 9 kali revisi draft Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Gampong. Akhirnya meskipun baru dalam bentuk SK Bupati di Aceh Besar LOGICA berhasil mendorong Pemerintah Kabupaten untuk mengeluarkan 6 SK Bupati yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran gampong.

Melembagakan Perencanaan dan Penganggaran Gampong melalui sejumlah Pelatihan
Upaya kami dalam meretas jalan perencanaan pembangunan dan penganggaran gampong tidak hanya berhenti sebatas regulasi. Lagi-lagi kami menyakinkan Bagian Pemerintahan Desa untuk menyelenggarakan pelatihan pelatih (ToT) tentang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RPJMG), Rencana Kerja Pembanguna Gampong (RKPG) dan Anggaran Pendapatan & Belanja Gampong (APBG). Awal mula kami mendiskusikan dengan bagian pemdes, keluhan pertama yang muncul adalah bahwa Bagian Pemdes tidak mempunyai Anggaran untuk pelatihan ini. Mendengar keluhan itu kami pun sempat berpikir bahwa ide pelatihan ini tidak akan berjalan, sementara LOGICA sendiri tidak ada alokasi anggaran untuk pelatihan tersebut. Melihat ketiadaan dana failitator LOGICA bersama dengan Pemdes menjalin kerjasama dengan Mercy Corps yang secara kebetulan mempunyai program yang bertujuan sama yaitu penguatan pemerintahan gampong. Akhirnya pihak Mercy setuju untuk mendanai kegiatan pelatihan. Antara lain beberapa pelatihan yang diselenggarakan adalah:


Pelatihan Pelatih (ToT) RPJMG, RKPG & APBG untuk Staf-Staf 23 Kecamatan
Pelatihan ini diselenggarakan atas kerjasama LOGICA, MERCY CORPS bersama dengan Pemerintah Kabupaten melalui Bagian Pemerintahan Desa, dimana masing-masing pihak mempunyai tugas sendiri-sendiri untuk mensukseskan pelatihan. LOGICA bertanggungjawab terhadap modul pelatihan, sedangkan Mercy mempunyai tanggungjawab dalam hal pendanaan, tempat dan akomodasi pelatihan. Bagian Pemerintahan Desa mempunyai tanggungjawab dalam mengundang dan memobilisasi peserta pelatihan. Peserta pelatihan adalah para Kasi PMD, Kasi Pemerintahan, dan 2 staf lain di setiap kecamatan. Pelatihan ini mempunyai tujuan antara lain; Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap peserta berkaitan dengan penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG; meningkatkan kemampuan peserta dalam menganalisis dokumen RPJMG, RKPG dan APBG; Mengoptimalkan TUPOKSI Kecamatan dalam proses penyusunan, pelaksanaan dan pelaporan serta evaluasi RPJMG dan APBG. Peserta pelatihan ini akan menjadi tim pendamping penyusunan perencanaan dan penganggaran gampong tingkat kecamatan yang kemudian di legitimasi dengan SK Bupati. Tim pendamping inilah yang akan memberikan pelatihan kepada gampong–gampong di masing-masing wilayah kecamatan dan yang akan mendampingi gampong dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran gampong.

Kecamatan Menjadi Fasilitator Pelatihan Penyusunan RPJMG, RKPG & APBG untuk gampong Model
Untuk mengimplementasikan penyusunan perencanaan dan penganggaran gampong, pihak Pemdes mempunyai inisiatif kepada setiap kecamatan harus mempunyai 1 gampong contoh yang mulai menyusun dokumen RPJMG, RKPG dan APBG. Harapannya gampong inilah yang akan menjadi contoh bagi gampong-gampong lain. Meskipun hanya 1 gampong contoh dalam setiap kecamatan, namun semua gampong tetap mendapatkan sosialisasi utuh tentang penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG. Hal yang menarik adalah 12 kecamatan menyelenggarakan pelatihan penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG untuk gampong contoh dan gampong lain diwilayah kecamatan masing-masing. Kamajuan besar yang kami lihat bahwa fasilitator pelatihan merupakan staf kecamatan yang sudah mengikuti pelatihan pelatih. Artinya kecamatan sekarang mempunyai tenaga-tenaga pelatih yang bisa diandalkan untuk memberikan pelatihan kepada gampog berkaitan dengan Perencanaan dan Penganggaran gampong.

Pelatihan Penyusunan RPJMG, RKPG & APBG untuk 604 Sekretaris Gampong dalam Kabupaten Aceh Besar.
Upaya untuk membumikan RPJMG, RKPG dan APBG melalui pelatihan masih saja menjadi gaung kebangkitan gampong di Aceh Besar. Mulai dari pelatihan untuk kecamatan, untuk gampong contoh sampai pada pelatihan sekretaris gampong. Pelatihan merupakan program kerja Bagian Pemerintahan Desa dan menggunakan dana dari APBD. Tujuan pelatihan ini selain untuk membekali sekretaris gampong tentang tata-cara penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG, juga untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan Sekretaris Gampong dalam penyusunan Qanun Gampong.

Potret Gampong Dalam Menyusun RPJMG, RKPG dan APBG
Dengan berbagai upaya diatas, kesadaran gampong untuk menyusun perencanaan (RPJMG, RKPG) dan penganggaran (APBG) semakin tinggi. Gampong-gampong sudah banyak yang mulai melakukan musyawarah untuk membentuk Tim Penyusun Perencanaan Pembangunan Gampong. Tim ini berjumlah 3-5 orang dan diketuai oleh Sekretaris Gampong. Tim ini yang akan melakukan pendataan dan bersama dengan perengkat gampong melakukan penyusunan dokumen RPJMG, RKPG dan APBG secara partisipatif. Banyak sekali gampong-gampong yang sering meminta konsultasi kepada kecamatan ataupun fasilitator LOGICA terkait dengan Penyusunan Perencanaan. Hal ini menunjukkan bahwa kebangkitan gampong di Aceh dalam menyusun Perencanaan dan penganggaran mulai terjadi. Dalam pendampingan yang dilakukan fasilitator LOGICA, ternyata menemukan sejumlah tahapan dalam penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG yang dilakukan di setiap gampong.

Musyawarah gampong, ini dilakukan untuk menjamin proses penyusunan RPJMG tidak keluar dari prinsip dasarnya, yaitu partisipasi. Peserta musyawarah gampong adalah perwakilan dari semua dusun, dimana masing-masing dusun mengirimkan perwakilannya 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Semua perwakilan dusun melakukan musyawarah bersama untuk penggalian dan analisis masalah baik yang terjadi di dusun maupun dalam gampong itu sendiri. Semua masalah yang teridentifikasi kemudian dilakukan perangkingan dengan menggunakan kriteria dasar, Gawat, Mendesak, Penyebaran, dan Dirasakan oleh Kelompok rentan. Setelah perangkingan masalah selesai, kemudian dilanjutkan dengan pengelompokan masalah ke dalam 4 bidang utama (infrastruktur, Ekonomi, sosial budaya dan pelayanan umum). Sesudah pengelompokan perbidang, musyawarah dilanjutkan dengan menggagas masa depan gampong dengan merumuskan cita-cita perbidang masalah. Musyawarah ini di fasilitasi oleh Tim Perencanaan Gampong dan didampingi oleh Tim Pendamping Kecamatan.
Musyawarah Kecil Tim Penyusun Perencanaan Gampong, musyawarah ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data potensi dan data lain yang dibutuhkan untuk analisa kerawanan gampong. Selanjutnya tim, berdasarkan data yang sudah ada melakukan analisa kerawanan gampong dengan 4 kategori keraawanan (keraawanan pengangguran, kerawanan pendidikan, kerawanan kemiskinan dan rawan pendidikan. Hasil analisa data kerawanan gampong akan dimasukkan dalam daftar masalah prioritas. Tim juga menyiapkan data lain yang dibutuhkan untuk melengkapi dokumen RPJMG.
Musyawarah Gampong untuk finalisasi Dokumen RPJMG dan RKPG, draft dokumen RPJMG yang sudah disusun oleh tim perencanaan gampong dibahas bersama masyarakat dalam forum musyawarah gampong. Sekaligus finalisasi rumusan rencana pembangunan jangka menengah gampong. Dalam musyawarah ini juga dilakukan pembahasan rumusan RKPG yang merupakan penjabaran dari RPJMG. Warga masyarakat menyepakati rencana pembangunan apa saja yang dimasukkan dalam RKPG tahunan.
Penyusunan regulasi gampong, Sekretaris Gampong menyusun Rancangan Qanun Gampong tentang RPJMG dan Keputusan Keuchik tentang RKPG kemudian diserahkan kepada Keuchik (Kepala Desa) untuk dibahas bersama Tuha Peut (BPD).
Musyawarah Gampong untuk menyusun rencana keuangan tahunan berdasarkan dokumen RKPG dalam bentuk APBG. Kegiatan ini dilakukan dalam forum musyawarah gampong untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari warga.
Penyusunan regulasi gampong, Sekretaris Gampong menyusun Rancangan Qanun Gampong tentang RAPBG kemudian akan diserahkan kepada keuchik untuk dibahas bersama Tuha Peut.
Paripurna Tuha Peut (BPD), merupakan pembahasan final untuk menyetujui Rancangan Qanun RPJMG dan RAPBG. Bentuk pengesahan Tuha Peut terhadap Rancangan Qanun RPJMG dan APBG tersebut dengan dikeluarkannya Surat persetujuan Tuha Peut tentang Qanun tersebut.

Demikian gambaran singkat potret penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG yang dilakukan di gampong percontohan pogram LOGICA di wilayah Kabupaten Aceh Besar.

Mendorong Alokasi Dana Gampong (ADG)
Membangun kemandirian gampong tidak hanya ditempuh melalui proses perencanaan pembangunan, akan tetapi perencanaan harus dibarengi dengan distribusi anggaran. Langkah fasilitator setelah mengadvokasi sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan gampong adalah mendorong adanya ADG yang diberikan oleh kabupetan kepada gampong. Untuk kabupaten Aceh Besar ADG menggunakan sistem proposional, dengan perbandingan 75 % merata (ADGM), Sedangkan 25 % proporsional (ADGP). Aceh Besar menggunakan 3 variabel untuk menentukan ADG proporsional yaitu: 1) Jumlah penduduk, 2) Jarak gampong dengan kecamatan,3) Jumlah penduduka miskin. Total ADG Aceh Besar senilai Rp. 23.140.000.000.,- dibagi secara proporsional untuk 604 gampong. Artinya keberpihakan kabupaten kepada gampong semakin tinggi bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Memang bukan sesutu yang mudah meretas jalan menyusun rencana pembangunan gampong dan mendorong kebijakan alokasi dana gampong di kabupaten Aceh Besar. Tantangan dan kesulitan menjadi warna lain dalam dinamika penguatan gampong LOGICA.

** Village Governance Facilitator LOGICA

Baca Selengkapnya......

12 Juni, 2008

Sepuluh Persen Bagi Hasil Dari Sektor Pajak Dan Retribusi Daerah, Untuk Gampong


Bagi hasil pajak dan retribusi daerah diberikan untuk Gampong, dilihat dari keterlibatan gampong, dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) Penerimaan Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkotaan dan Perdesaan dibagi dengan imbangan 90% (sembulan puluh persen) untuk Pemerintah Kabupaten dan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Gampong;
(b) Penerimaan Daerah dari Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dibagi dengan imbangan 90% (sembilan puluh persen) untuk Pemerintah Kabupaten dan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Gampong;
(c) Penerimaan dari retribusi izin mendirikan bangunan dibagi dengan imbangan 90% (sembilan puluh persen) untuk Pemerintah Kabupaten dan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Gampong;
(d) Penerimaan Daerah dari Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dikelola langsung oleh Daerah dibagi dengan imbangan 90% (sembilan puluh persen) untuk Pemerintah Daerah dan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Gampong;
(e) Penerimaan Daerah dari Sumber Daya Alam selain Tambang Galian Golongan “C” dibagi dengan imbangan 90% (sembilan puluh persen) untuk Pemerintah Kabupaten dan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Gampong.
Hal tersebut tersebut tercantum dalam ayat (2) Pasal 6 Peraturan Bupati Aceh Besar Nomor 4 Tahun 2008 tanggal 28 April 2008 tentang Keuangan Gampong.
Pasal tersebut merupakan pasal terakhir dari 30 pasal dalam Perbup ini, yang keputusannya dilakukan melalui rapat Pimpinan Daerah beberapa waktu yang lalu. Tim Teknis ADG yang beberapa kali melakukan pembahasan selalu memasukkan persoalan ini menjadi Daftar Inventaris Masalah (DIM). Mengapa demikian, karena hal yang menyangkut bagi hasil keuangan dalam “tradisi” Aceh Besar selalu ditetapkan dengan Qanun Kabupaten. Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Bupat dan Wakil Bupati, diikuti Sekda dan Tim Teknis ADG, DF memberikan rujukan dasar hukum berupa Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun Tahun 2005 tentang Desa, dikuatkan Intruksi Gubernur Nomor 4 tahun 2006 bahwa ” bagi hasil Pajak Daerah kabupaten/Kota paling sedikit 10% untuk Gampong di Wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan sebagaimana diamantakan dalam Pasal 2 A Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan Bupati tentang Keuangan Gampong ini menjadi kebijakan daerah yang menjadi induk (babon) bagi proses perencanaan dan penganggaran di gampong, termasuk Alokasi Dana Gampong. Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan ini adalah: Ketentuan Umum (Bab 1, pasal 1); Kedudukan Keuangan Gampong (bab II, pasal 2, 3, 4, 5); Sumber Pendapatan Gampong (Bab III, Pasal 6, 7, 8, 9); Alokasi Dana Gampong (Bab IV, Pasal 10, 11, 12, 13); Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (Bab V, Pasal 14, 15, 16, 17, 18, 19); Pengelolaan Keuangan Gampong (Bab VI, Pasal 20, 21, 22, 23); Badan Usaha Milik Gampong (Bab VII, Pasal 24, 25, 26, 27); Ketentuan Penutup (Bab VIII, pasal 28, 29, 30). Selangkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Baca Selengkapnya......

28 Mei, 2008

KASI PMD DAN STAFFNYA BEKERJA SAMPAI JAM 24 MALAM

Abdi masyarakat itu berasal dari kecamatan Darussalam kabupaten Aceh Besar , Para staff di Kecamatan biasa memanggil mereka Bapak Ibrahim. SE dan Pak Imam Munandar. Mereka adalah alumni TOT penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG yang dilaksanakan oleh Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 24 Feb – 14 Maret 2008. yang bertempat di gedung SKB Leubok Aceh Besar, hasil kerjasama LOGICA, Mercy Corps dan Pemda Aceh Besar.

Tepat pada tanggal 20 Mai 2008 hari senin, bertempatan di manasah Desa Lamreh Kacamatan Darussalam, desa ini pada masa konflik aceh merupakan desa dalam kategori hitam, namun sekarang sudah masanya damai. Kedua abdi masyarakat tersebut tanpa rasa gentar dan takut melangkah dalam keheningan malam menuju Desa Lamreh untuk memfasilitasi rapat mengggas masa depan desa, sebagai wujud serap aspirasi warga dalam penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG, rapat berlansung dari jam 21.00- 24.00 WIB.

Berbagai pendapat, saran dan harapan baik dari bapak-bapak, ibuk-ibu pemuda pemudi ditumpahkan dalam usulan yang dikategorikan kedalam 4 bidang pemasalahan yaitu, Bidang Infastruktur, Ekonomi, Sosial Budaya, Pelayanan Umum.

Hasil dan rekomendasi rapat akan dokumentasikan oleh tim perencanaan gampong yang sudah di SK-kan dengan keputusan Kades dan dilatihan oleh tim pendamping kecamatan dalam hal Tatacara penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG (Pak Ibrahim dan Imam Munandar Merupakan Tim Pendamping Kecamatan).

Di Kabupaten Aceh Besar sesuai dengan keputusan Bupati Aceh Besar NO. 74 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Tentang Rencana Pembangunan Gampong dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong dengan Pendekatan Partisipatif Tahun 2008. bahwa dalam menyusun RPJMG, RKPG dan APBG gampong harus membentuk satu tim perencanaan gampong yang di SK-Kan dengan keputusan Kepala Desa, Untuk mendukung kelancaran penyusunan Dokumen Perencanaan Gampong yang terdiri atas dua dukumen, sesuai dengan keputusan Bupati Aceh Besar NO. 74 Tahun 2008 yaitu pada diktum ke kenam kedua dokumen tersebut sebagai berikut :

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RPJMDes) untuk periode 2008 – 2013.
Rencana Kerja Pembangunan Gampong (RKPG/Des) yang berskala Tahunan.
Untuk menyusun dokumen yang dimaksud Pemkab Aceh Besar Juga Sudah menganggarkan dana Sebesar Rp.2.000.000 yang digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :

Oprasional Tim Penyusun Sebesar Rp.1000.000,-
Musrenbang RPJMG, RKPG dan APBG sebesar Rp.500.000,-
Penggandaan dan Penjilidan Dokumen RPJMG,RKPG dan APBG Sebesar Rp. 500.000,-
Oya, sangking antusiasnya peserta forum yang terdiri atas bapak-bapak dan ibu-ibu serta pemuda dan perangkat Desa Lamreh dalam mengikuti rapat, sehingga rapatnya baru kelar tepat jam 24 malam. Satu hal yang sangat luar biasa Kasi PMD dan Staffnya mau dan sanggup bertahan untuk mengikuti rapat sampai jam 24 malam, angkat salut pak buat bapak…

Baca Selengkapnya......

Baktiku Untuk Darussalam


Abdi masyarakat itu berasal dari kecamatan Darussalam kabupaten Aceh Besar , Para staff di Kecamatan biasa memanggil mereka Bapak Ibrahim. SE dan Pak Imam Munandar. Mereka adalah alumni TOT penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG yang dilaksanakan oleh Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 24 Feb – 14 Maret 2008. yang bertempat di gedung SKB Leubok Aceh Besar, hasil kerjasama LOGICA, Mercy Corps dan Pemda Aceh Besar.

Tepat pada tanggal 20 Mai 2008 hari senin, bertempatan di manasah Desa Lamreh Kacamatan Darussalam, desa ini pada masa konflik aceh merupakan desa dalam kategori Merah, namun sekarang sudah masanya damai. Kedua abdi masyarakat tersebut tanpa rasa gentar dan takut melangkah dalam keheningan malam menuju Desa Lamreh untuk memfasilitasi rapat mengggas masa depan desa, sebagai wujud serap aspirasi warga dalam penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG, rapat berlansung dari jam 21.00- 24.00 WIB.

Berbagai pendapat, saran dan harapan baik dari bapak-bapak, ibuk-ibu pemuda pemudi ditumpahkan dalam usulan yang dikategorikan kedalam 4 bidang pemasalahan yaitu, Bidang Infastruktur, Ekonomi, Sosial Budaya, Pelayanan Umum.

Hasil dan rekomendasi rapat akan dokumentasikan oleh tim perencanaan gampong yang sudah di SK-kan dengan keputusan Kades dan dilatihan oleh tim pendamping kecamatan dalam hal Tatacara penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG (Pak Ibrahim dan Imam Munandar Merupakan Tim Pendamping Kecamatan).

Di Kabupaten Aceh Besar sesuai dengan keputusan Bupati Aceh Besar NO. 74 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Tentang Rencana Pembangunan Gampong dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong dengan Pendekatan Partisipatif Tahun 2008. bahwa dalam menyusun RPJMG, RKPG dan APBG gampong harus membentuk satu tim perencanaan gampong yang di SK-Kan dengan keputusan Kepala Desa, Untuk mendukung kelancaran penyusunan Dokumen Perencanaan Gampong yang terdiri atas dua dukumen, sesuai dengan keputusan Bupati Aceh Besar NO. 74 Tahun 2008 yaitu pada diktum ke kenam kedua dokumen tersebut sebagai berikut :

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RPJMDes) untuk periode 2008 – 2013.
Rencana Kerja Pembangunan Gampong (RKPG/Des) yang berskala Tahunan.
Untuk menyusun dokumen yang dimaksud Pemkab Aceh Besar Juga Sudah menganggarkan dana Sebesar Rp.2.000.000 yang digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :

Oprasional Tim Penyusun Sebesar Rp.1000.000,-
Musrenbang RPJMG, RKPG dan APBG sebesar Rp.500.000,-
Penggandaan dan Penjilidan Dokumen RPJMG,RKPG dan APBG Sebesar Rp. 500.000,-
Oya, sangking antusiasnya peserta forum yang terdiri atas bapak-bapak dan ibu-ibu serta pemuda dan perangkat Desa Lamreh dalam mengikuti rapat, sehingga rapatnya baru kelar tepat jam 24 malam. Satu hal yang sangat luar biasa Kasi PMD dan Staffnya mau dan sanggup bertahan untuk mengikuti rapat sampai jam 24 malam, angkat salut pak buat bapak…

Baca Selengkapnya......

25 Mei, 2008

PASAL-PASAL MENGENAI DESA DALAM UU NO 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

DISADUR DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH

Pemerintah Desa
Pasal 202

(1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.
(2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya.
(3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari Pegawai
negeri sipil yang memenuhi persyaratan.

Pasal 203

(1) Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Repablik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

(2) Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai kepala desa.

(3) Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannyaberlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam Perdadengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 204

Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 205

(1) Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemilihan.
(2) Sebelum memangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah/janji.
(3) Susunan kata-kata sumpah/janji, dimaksud adalah sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang- Undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia".

Pasal 206

a. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
b. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
c. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
d. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
e. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan diserahkan kepada desa.

Pasal 207

Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah, kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Pasal 208

Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa diatur lebih lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 209

Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Pasal 210

(1.) Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
(2.) Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih dari dan oleh anggotabadan permusyawaratan desa.
(3.) Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(4.) Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.


Bagian Keempat
Lembaga Lain

Pasal 211

(1.) Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan.
(2.) Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa.

Bagian Kelima
Keuangan Desa

Pasal 212

(1.) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.
(2.) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa.
(3.) Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. pendapatan asli desa;
b. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh kabupaten/kota;
d. bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota;
e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
(4.) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
(5.) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa.
(6.) Pedoman pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5)ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan berpedoman pada peraturan perudang-undangan.

Pasal 213

(1.) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.
(2.) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(3.) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang undangan.


Bagian Keenam
Kerja sama Desa

Pasal 214

(1.) Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat.
(2.) Kerja sama antar desa dan desa dengan pihak ketiga, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan sesuai dengan kewenangannya.
(3.) Kerja sama desa dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perunndang-undangan.
(4.) Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat,(2), dan ayat (3) dapat dibentuk badan kerja sama.

Pasal 215

(1.) Pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.
(2.) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perda, dengan memperhatikan:
a. kepentingan masyarakat desa;
b. kewenangan desa;
c. kelancaran pelaksanaan investasi;
d. kelestarian lingkungan hidup;
e. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.

Pasa1 216

(1.) Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan da1am Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2.) Perda, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengakui dan menghormati hak, asal-usul, dan adat istiadat desa.

Baca Selengkapnya......

23 Mei, 2008

SOSIALISASI RPJMG,RKPG DAN APBG DI KECAMATAN DARUSSALAM

MUTIARA ITU BERASAL DARI AULA KECAMATAN DARUSSALAM
KABUPATEN ACEH BESAR

Ku awali cerita ini dari saat aku melakukan sosialisasi RPJMG,RKPG dan APBG di Aula Kecamatan Darussalam pada tanggal 1 April 2008 hari senin bertempat di Aula kantor Camat Darussalam, peserta yang hadir dalam acara sosialisasi tersebut terdiri dari Keuchik, Ketua Tuha Peut/ BPD, dan Sekgam/Sekdes Sekecamatan Darussalam. aku sendiri bertindak sebagai fasilitator dalam acara tersebut. Acara berlangsung dari jam 09.00 – 12.00 wib.

Terpancar dengan jelas rasa ingin tahun yang begitu kuat dari wajah-wajah mereka yang sudah mulai menampakkan goresa-goresan dan keriputnya kulit Pipi sebagai tanda bahwa usia mereka sudah semakin mendekati senja.
mereka mengangguk- anggukan kepalanya, sebagai tanda bahwa mereka sudah mengerti akan apa yang aku sampaikan, "benarkah mereka sudah paham atau hanya berpura-pura mengerti" gumamku dalam hati, ikut hadir juga dalam acara sosialisasi tersebut Pak Camat, Kapolsek dan Imum Mukim.

Puluhan pertanyaan – pertanyaan tumpah ruah membanjiri aula kecamatan Darussalam sebagai tempat pelaksanaan sosialisasi, hal ini wajar karena ini adalah hal yang baru bagi mereka dan untuk aceh masih merupakan tahap pilot projek.

Dari sekian banyak pertanyaan dan pernyataan yang membuat aku tercengang adalah pernyataan bahwa gampong siap menyediakan dana komsumsi dan transportasi Tim Perencaan Gampong (TPG) yang di SK kan dengan keputusan geuchik untuk mengikuti pelatihan penyusunan RPJMG, RKPG dan APBG yang akan dilaksanakan oleh Tim Pendamping Kecamatan satu minggu berselang dan ini merupakan sebutir mutia yang sudah lama hilang.

Ide ini keluar dari para Kepala desa yang ada di 29 Desa dalam Kecamatan Darussalam, sebuah pemikiran baru bahwa desa sudah merasakan perlu dan tidak lagi hanya menunggu akan tetapi, mereka sudah mulai menjemput perubahan menuju desa sejahtera, bagi Aku, kalau gampong berani mengeluarkan uang untuk mengirimkan peserta dalam mengikuti pelatihan ini luar biasa. Setahu saya mungkin diseluruh Indonesia inilah yang pertama.

Selamat menuju Desa mandiri …………..

Not :
Gampong = Desa.
RPJMG = Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong.
RKPG = Rencana Pembangunan Gampong.
RAPBG = Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Gampong.
Keuchik = Kepala Desa.
Tuha Peut = BPD.
Sekgam = Sekretaris Gampong.

Baca Selengkapnya......