SELAMAT DATANG DI DESA

KATAKANLAH WALAU SATU AYAT

BALEE DESA Headline Animator

09 September, 2008

Menyelamatkan Gampong dengan Pencairan ADG Segera

Joko Purnomo
Ketika orde reformasi melanda Indonesia, banyak elemen pemerintahan menggugat pemerintah pusat yang selama hampir 32 tahun begitu sentralistik. Gampong termasuk elemen pemerintahan yang mengharapkan reformasi yang dapat memberikan hak dan kewenangan gampong untuk lebih otonom.

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh memberikan kesempatan membangun pilar pemerintahan gampong yang lebih otonom melalui perencanaan dan penganggaran gampong. Sedangkan PP No. 72/2005 tentang Desa memastikan adanya dukungan finansial untuk mewujudkan itu melalui ADG.

Di Aceh Besar program ADG sudah lama bergaung. Sudah banyak gampong yang menyelesaikan dokumen RPJMG, RKPG dan APBG sebagai syarat pencairan ADG. Kabupaten sendiri pernah menyampaikan bahwa pencairan ADG akan dilakukan jika gampong sudah menyelesaikan RPJMG, RKPG dan APBG masing-masing. Namun sampai saat ini belum ada satupun gampong yang menerima ADG 2008. Padahal.......

gampong sudah ”setengah mati” mengejar batas waktu penyusunan yang diberikan oleh Kabupaten. Warga gampong menunggu komitmen dan kebijakan ini masih bertanya-tanya. Ironisnya, Kabupaten tidak memberikan alasan yang jelas dan rasional mengenai permasalahan ini. Tentunya kondisi seperti ini menimbulkan pertanyaan banyak pihak yang mencoba memaknai penyelenggaraan ADG. Terkait itu, kunci sebenarnya pada konsistensi kebijakan dan komitmen kabupaten dalam pencairan ADG.

Percepatan ADG merupakan agenda bersama, bukan hanya kebutuhan gampong saja melainkan kabupaten juga perlu menempatkan hal ini menjadi sesuatu yang serius untuk segera ditangani. Fenomena seperti ini sangat potensial menyebabkan gampong menjadi lebih apatis hanya karena melihat kinerja kabupaten yang tidak konsisten terutama dalam percepatan pencairan ADG.

Hal lain yang perlu diperhatikan bersama adalah kinerja kabupaten yang semakin samar (tidak jelas) dalam membangun kemandirian gampong terutama semenjak terjadinya perubahan SOTK (Susunan Organisasi danTata Kerja) ditingkatan Kabupaten. Kinerja Pemdes yang rencananya mau digabung dalam Bagian Pemerintahan Umum semakin tidak jelas dan bahkan semakin terlihat jauh dari gagasan kemandirian gampong. Idealnya Pemdes menempatkan diri pada barisan terdepan dalam mengembangkan pemerintahan gampong serta mestimulasi peran-peran kecamatan dalam mendampingi gampong.

Untuk itu dalam rangka menyelamatkan gampong, perlu kiranya kita membuat gerakan untuk menuntut percepatan pencairan Alokasi Dana Gampong (ADG). Dan mengkampanyekan ke berbagai media bahwa ADG merupakan hak gampong.

Baca Selengkapnya......

MANDIRI dengan ” MAWAH SAPI”

Teuku Badlisyah (Sekdes Gampong Blangkreung)
Gampong Blang Krueng adalah gampong yang terletak di Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam. Mata pencaharian masyarakat di Blang Krueng sangat beragam dari petani, peternak, PNS, hingga TNI. Kehidupan masyarakat yang terdiri dari 541 KK dan 1.885 jiwa di Gampong Blang Krueng dapat digolongkan mandiri. Kemandirian ini tampak baik dalam mengelola kegiatan sehari-hari yang bersifat individu maupun kolektif kemasyarakatan (internal gampong) semisal bidang keagamaan dan sosial.
Selain kegiatan yang bersifat internal gampong, masyarakat Gampong Blang Krueng juga mampu mengelola kegiatan yang berorientasi keluar (eksternal) yang berhubungan dengan kegiatan kecamatan, kabupaten, maupun LSM. Harap diketahui, Gampong Blang Krueng merupakan salah satu gampong binaan Kabupaten Aceh Besar yang pernah mendapatkan........

Anugerah Gampong Terbaik se-Kabupaten Aceh Besar. Gampong Blang Krueng juga mewakili kabupaten Aceh Besar dalam lomba gampong di tingkat Propinsi NAD tahun 2004.
Gampong Blang Krueng termasuk daerah yang terkena bencana gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 silam. Selain memporak-porandakan sarana dan prasarana umum, gempa dan tsunami telah meluluhlantakan fasilitas lainnya seperti tempat ibadah, balai pertemuan, dan lain sebagainya. Semua harta benda termasuk rumah, perabotan, dan juga ternak peliharaan penduduk hilang dan nyaris tak berbekas. Masyarakat yang selamat juga tak luput dari rasa trauma mendalam. Khusus bagi peternak, dahsyatnya tsunami telah memusnahkan sumber penghidupan mereka. Namun kini warga harus mencari profesi lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga meskipun pekerjaan yang dilakoni bukan keahliaannya.
Berpijak pada problem di atas, timbul satu inisiatif dari pemerintahan gampong Blang Krueng untuk melakukan pengadaan kembali ternak sapi bagi masyarakat dengan memanfaatkan bantuan dana dari DAI-USAID, yang saat itu bertindak sebagai salah satu lembaga yang membantu Gampong Blang Krueng. Program peternakan itu nantinya akan dikelola langsung oleh pemerintah gampong dalam bentuk Badan Usaha Milik Gampong (BUMG), sehingga manfaat dari pada usaha tersebut dapat digunakan untuk gampong (kepentingan orang banyak). Dan walaupun dikelola dengan payung BUMG, usaha ternak tersebut diharapkan mengembalikan profesi andalan masyarakat sebagai peternak sapi.

Sistem Mawah
Pengelolaan sapi di Gampong Blang Krueng menganut sistem bagi hasil (mudharabah—bahasa arab) atau dalam bahasa Aceh dikenal dengan istilah Mawah. Di Gampong Blang Krueng, kegiatan “ Mawah Sapi ” sebelumnya pernah berjalan pada 1996-2004 di masa Orde Baru. Pengelolaannya dilakukan oleh organisasi kepemudaan gampong yang bernama “Karang Taruna Teratai Merah”. Melalui program itu, masyarakat benar-benar bisa merasakan manfaat langsung. Di samping bertindak sebagai pemelihara, masyarakat juga mendapatkan bagi hasil keuntungan per tahun. Persentase keuntungan tersebut merupakan hasil kesepakatan dan telah ditetapkan bersama melalui forum gampong.
Pengalaman mengelola peternakan melalui organisasi tersebut telah memotivasi dan menginspirasi masyarakat Gampong Blang Krueng untuk mulai menumbuh kembangkan kembali program tersebut dalam wadah Badan Usaha Milik Gampong (BUMG). Di tahun 2005, dibentuklah BUMG Blang Krueng dengan nama “Yayasan Beudoh Beurata Makmur Sejahtera ”. Kata “yayasan” tersebut menunjukan status hukum BUMG.
Ada dua hal yang melatarbelakangi pembentukan BUMG dalam payung hukum yayasan. Pertama, bentuk yayasan merupakan permintaan DAI-USAID selaku donatur agar kegiatan peternakan bisa terus berlanjut. Kala itu DAI-USAID memfasilitasi pengurusan akte notaris dan administrasi penting lainnya. Kedua, sebagai respon atas permintaan dan fasilitasi DAI-USAID, aparatur gampong bersama tuha peut lantas mengadakan musyawarah yang kemudian menyepakati bahwa yayasan adalah bentuk badan usaha milik gampong.

Mekanisme Program
Di awal program, sebanyak 100 ekor sapi dengan harga Rp. 5 juta diberikan kepada 100 orang peternak sapi. Harapannya, dalam waktu 12 bulan (Januari-Desember 2007) setiap peternak mampu menghasilkan keuntungan Rp. 2 juta per ekor sapi. Keuntungan tersebut akan dibagi tiga bagian yakni dua per tiga menjadi milik pemelihara, dan sepertiga sisanya untuk gampong yang akan diperuntukan sebagai dana pengelolaan masyarakat. Dalam pelaksanaan program berikutnya, kegiatan penggemukan sapi kembali ditawarkan kepada si pemelihara sebelumnya. Namun jika ia tidak mau, maka sapi ditawarkan ke warga yang lain. Di tiap akhir tahun, modal Rp 5 juta bergulir dari di antara warga. Artinya, modal dasar tidak akan pernah hilang /mati dan terus bergulir. Pergantian peran sebagai pemelihara sapi juga memberi manfaat yakni meratanya kesempatan dan keuntungan di antara warga.
Mekanisme pengelolaan program ternak sapi di Blang Krueng adalah sebagai berikut. Pertama, musyawarah dan sosialisasi. Musyawarah dilakukan oleh pemerintah gampong dengan perangkat Tuha Peut guna mendapatkan dukungan, saran, masukan dan persetujuan terhadap pelaksanaan program ini. Di dalam musyawarah ini juga ditentukan siapa penerima manfaat, siapa yang akan bertanggung jawab, dan bagaimana mekanisme pelaksanaan program ke depan. Setelah program ini disetujui oleh Tuha Peut dan melahirkan satu mekanisme pelaksanaan program, aparatur gampong melakukan sosialisasi kepada seluruh komponen masyarakat Gampong Blang Krueng. Hal ini dilakukan sebagai wujud kampanye program kepada masyarakat yang meliputi penyampaian mekanisme kerja dan aturan pemeliharaan. Dengan paparan ini, masyarakat diharapkan bisa terlibat secara maksimal, mendukung, serta melaksanakan program sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Kedua, seleksi calon pemelihara. Calon pemelihara adalah mereka yang sebelum tsunami berprofesi sebagai peternak sapi atau ada kemauan untuk memelihara sapi. Setiap calon pemelihara sapi akan seleksi/diuji kelayakan dan kesiapannya sebagai pemelihara yang akan bertanggung jawab atas ternak. Jika para warga sepakat dengan mekanisme yang ada dan memiliki lahan untuk kandang, maka bisa menerima sapi. Antara pengelola BUMG dengan peternak kemudian menandatangi kontrak bersama di atas materai Rp 6 ribu.
Ketiga, pembuatan kandang. Biaya pembuatan kandang ditanggung oleh si pemelihara ternak. Selain sebagai syarat, hal ini merupakan wujud kontribusi langsung masyarakat terhadap program. Diharapkan pula, rasa memiliki warga terhadap program ini juga kuat. Karena tidak seluruh dana ditanggung oleh gampong, dan ada swadaya dari si pemelihara, dengan sendirinya program ini mendorong warga untuk mandiri dan tidak tergantung kepada gampong selaku donatur.
Keempat, pengadaan Sapi. Setelah proses pembjuatan kandang dilalui oleh peternak, maka selanjutnya kita akan membeli sapi untuk si pemelihara, adapun pengadaan sapi akan dibeli di pasar tradisional (khusus pasar jual beli sapi) yang ada dalam kawasan Aceh Besar dan Banda Aceh seperti di Pasar Ulee Kareng (hari Sabtu), Pasar Sibreh (hari Rabu) dan pasar Seulimeum (hari Senin). Masing-masing pasar tersebut di atas hanya buka khusus pada hari-hari seperti yang telah disebutkan.
Kegiatan pengadaan sapi dilakukan dalam dua tahapan, masing-masing tahapan sebanyak 50 ekor sapi. Pengadaan pertama dilakukan dengan turut melibatkan para peternak/pemelihara secara langsung dengan harapan akan medapatkan bibit sapi yang baik, sehat, dan sesuai dengan selera peternak. Dengan pengalaman peternak, mereka mengetahui jenis sapi yang baik, sehat dan cepat pertumbuhannya. Peternak tahu pada umur dan berat berapa seekor sapi telah siap untuk dijual. Sehingga harga beli sapi betul-betul sesuai biaya produksi yang telah dikerakan untuk tiap ekor sapi. Dari sana, maka target waktu penggemukan bisa tercapai secara optimal. Adapun kriteria sapi yang baik ditentukan pada postur rangka tubuh sapi-sapi tersebut. Sapi yang memiliki rangka besar, memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat. Sapi yang dipilih untuk penggemukan adalah sapi jantan.
Kelima, Pemeliharaan/Penggemukan. Sapi-sapi dalam program ini selalu dikandangkan baik siang maupun malam hari. Pemelihara sapi setiap hari mencari pakan dari jenis rumput dan sejenisnya. Rumput ini dapat diperoleh dari areal persawahan, kebun, maupun rumput yang dipelihara secara khusus oleh setiap pemelihara yang memiliki lahan pemeliharaan rumput.
Masing-masing peternak sapi sudah menyiapkan lahan dengan luas minimal rata-rata 100 M2. Lahan ini dimaksudkan sebagai tempat pembuatan kandang dengan ukuran luas minimal rata-rata 5 x 3 M persegi. Dan lahan yang tersisa dicadangkan sebagai lahan penanaman pakan ternak dari jenis rumput gajah, rumput tebu, tanaman pisang ataupun rumput biasa. Pakan ini disiapkan sebagai pakan cadangan dan pakan tambahan bila sewaktu-waktu si pemelihara ternak tidak sempat mencari pakan di luar, yang mungkin disebabkan oleh kondisi cuaca seperti pada saat hujan.
Dalam keadaan normal (tidak hujan), masing-masing peternak mendapatkan pakan ternaknya dari lahan sawah, pematang sawah (bila sedang musim tanam padi), maupun kebun-kebun kosong yang ada di dalam gampong. Tidak jarang pula ada sebahagian peternak yang mencari pakan ternaknya sampai ke gampong-gampong tetangga, bahkan ada yang sampai ke wilayah kota seperti dikomplek perumahan, lingkungan dinas dan fasilitas umum seperti RSU Zainal Abidin, pasar dan lain sebagainya.
Bahkan bagi peternak yang semangat kerjanya lebih giat lagi dan memiliki waktu luang yang lebih banyak, mereka dalam mencari pakan ternak sampai ke wilayah kecamatan lainnya dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, seperti Kecamatan Darussalam, Barona Jaya, Ingin Jaya, Lhoknga, Kuta Baro, Leupung dan Kecamatan Masjid Raya.
Frekuensi pemberian pakan ternak perhari, per ekor sapi sebanyak 2 (dua) kali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Frekuensi Pemberian Pakan
No Waktu Banyaknya Pakan/Ekor Sapi Jenis Pakan
1 Pagi Hari 1 Karung Ukuran 50 Kg Rumput
2 Malam Hari 1 Karung Ukuran 50 Kg Rumput
Hasil wawancara dengan Zulkifli, salah satu peternak di Gampong Blang Krueng.

Kemudian dalam setiap per tiga bulan sekali, masing-masing peternak akan memberikan ramuan tradisional yang sudah ditumbuk atau direbus terlebih dahulu, kemudian airnya diminumkan untuk ternak. Komposisi ramuan tradisionil ini terdiri dari kunyit hidup dan On Bheum (bahasa Aceh). Ramuan ini dapat berfungsi sebagai perangsang untuk menambah nafsu makan ternak, sekaligus juga bisa berfungsi sebagai anti biotik agar ternak memiliki tingkat kekebalan tubuh yang lebih tinggi dan terhindar dari penyakit.
Contoh pakan ternak dari jenis rumput biasa yang siap diberikan untuk ternak. Foto ini diambil pada salah satu kandang warga a.n Syamaun Ibrahim. Pakan ini juga dipergunakan peternak ketika melakukan press penggemukan.
Memasuki dua atau tiga bulan menjelang waktu panen, para peternak akan melakukan pemberian pakan untuk ternaknya secara intensif. Selain pemberian pakan seperti yang sudah disebutkan di atas, peternak juga akan memberikan pakan tambahan yang terdiri dari rumput dan dedak alami halus. Pemberian pakan pada tahap ini dengan cara si pemelihara/peternak menyuapi ternaknya pada malam harinya. Kegiatan ini terus menerus di lakoni oleh masing-masing peternak sampai akhirnya waktu panen (penjualan) ternak itu tiba.
Kelima, Masa Panen. Masa panen dilakukan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan pemeliharaan ataupun mengikuti permintaan pasar yang tinggi dikala mau memasuki bulan Ramadhan, Lebaran dan Maulid Nabi. Satu bulan sebelum pemanenan pihak pemelihara akan melakukan pres penggemukan. Sapi akan diberikan makan tambahan berupa dedak alami yang halus, sehingga berat badannya bisa meningkat.
Pemasaran dilakukan ditempat-tempat yang resmi dijadikan sebagai pasar perdagangan sapi. Penjualan ini sendiri melibatkan langsung pengelola yayasan dan juga peternak. Keterlibatan dua pihak ini penting dilakukan guna menghindari manipulasi harga. Sehingga kepercayaan antara pengelola dan peternak tetap terjaga.

Meningkatnya Pendapatan Gampong
Hasil penjualan sapi tahap demi tahap telah memberikan dampak dan manfaat yang luar biasa bagi pmeelihara sendiri maupun gampong. Seperti disebut di atas, pemelihara langsung mendapatkan dua per tiga bagian dari laba dan sisa sepertiga untuk yayasan. Keuntungan yayasan BUMG inilah yang nantinya digunakan untuk pembangunan sarana fisik maupun sosial kemasyarakatan di gampong. Di Blang Krueng, kegiatan pembangunan itu sendiri telah disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Gampong (RMJMG tahun 2008-2013).
Belajar dari hasil pelaporan dan pertanggungjawaban dana yang dilakukan oleh Yayasan kepada Pemerintah Gampong pada akhir Desember 2007, dapat disimpulkan bahwa keuntungan rata-rata yang diperoleh dalam satu ekor sapi dalam setiap bulannya adalah Rp 120 ribu. Total keuntungan pertahunnya dalam setiap ekor adalah Rp 1.440.000,00. Keuntungan dibagi tiga sesuai dengan mekanisme perjanjian yang telah disepakati. Adapun untuk lebih rincinya sbb.

No Keuntungan /Bulan/Ekor
( Rp ) Keuntungan
/Tahun/Ekor
( Rp ) Keuntungan 100 Ekor
( Rp ) Bagian Peternak
( Rp ) Bagian Yayasan
( Rp )
120.000,- 1.440.000,-
144. 000.000 96.000.000 48.000.000
Sumber: Rekapitulasi laporan akhir Yayasan Blang Krueng.
Dari data laporan yang disajikan di atas, gampong memperoleh keuntungan Rp. 48 juta. Sebanyak Rp 30 juta dipergunakan dalam Rencana Kerja Pembangunan Gampong (RKPG) tahun 2008 dan dana sisanya sebanyak Rp. 18 juta dijadikan sebagai dana operasional dan saving oleh yayasan.

Permasalahan dan Solusi
Dalam perjalanan pengelolaan selama setahun banyak kendala dan persoalan yang terjadi. Permasalahan ini banyak muncul dari pihak pemelihara. Ada satu anggapan bahwa sapi ini milik mereka secara penuh. Selain tidak bersedia menjalankan aturan yang telah disepakati, banyak dari mereka yang menjual sapi tanpa melibatkan pihak yayasan. Semua keuntungan penjualan juga tidak dibagi. Bahkan kadang kala, pemelihara nekat menjual sapi tanpa mengembalikan modal kepada pengelola.
Untuk menyelesaikan masalah ini, sebenarnya pihak Yayasan cukup merujuk kembali pada kesepakatan bersama. Sebab, di kontrak sudah dijelaskan bahwa jika terjadi pelanggaran, manipulasi, maupun pencurian yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait maka penyelesaiannya dilakukan jalur hukum. Artinya, pengelola bisa melaporkan tindakan mereka sebagai satu tindakan kriminal yang nantinya akan ditangani pihak berwajib. Namun sampai sejauh ini, phal ini masih belum mampu dijalankan. Yayasan menimbang bahwa peternak adalah masyarakat lokal yang masih perlu dibimbing dan diberikan arahan-arahan supaya tidak menyimpang. Bahkan jikapun sudah menyimpang, Yayasan berupaya agar peternak bisa menyadari dan kembali ke jalan yang benar.
Permasalahan lain yang muncul yakni sistem kontrol yang tidak terarah oleh pengelola Yayasan. Artinya, pihak pengelola dalam menjalankan tugas dan fungsinya masih berbaur antara satu dengan yang lain. Bendahara Yayasan yang sebenarnya bertugas untuk mengelola keuangan, terkadang mencampuri atau melakukan tugas dan peran ketua maupun sekretaris. Bendahara juga sering membuat pengarsipan dokumen dan pembuatan data-data, padahal itu adalah tugas sekretaris Yayasan. Menurut pengelola Yayasan, tumpang tindihnya peran dan fungsi tersebut bukan disengaja, melainkan dampak keterbatasan kapasitas manajemen. Pada prinsipnya, dalam menyelesaikan permasalan yang ada, pihak pengelola berupaya untuk selalu bekerja sama dengan pemerintah gampong dan tuhap peut.
Pengelola dan pemerintahan gampong ke depan juga berencana untuk melakukan kerjasama dengan pemerintah baik tingkatan kecamatan maupun kabupaten guna mencari solusi bersama terrhadap penanganan masalah yang ada. Pengelola yayasan akan membuat satu rekomendasi bersama dengan pemerintah kecamatan dan kabupaten supaya bisa melahirkan satu kebijakan terkait pengelolaan BUMG, mempromosikan BUMG, melakukan study banding dengan BUMG/BUMDes tempat lainnya yang sudah tertata secara bagus, serta turut dalam melakukan pembinaan terkait laporan keuangan dan pengarsipan data-data.
Di samping itu pengelola Yayasan juga akan meminta bantuan pada lembaga-lembaga, LSM maupun NGO lokal agar bisa mendampingi dan mendukung gampong dalam pengelolaan BUMG. Terutama dalam aspek partisipasi, transparasi, dan akuntabilitas. Pengelolaan BUMG yang baik dengan sendirinya akan menopang kemandirian gampong yang dicita-citakan dalam perencanaan jangka menengah gampong.


Baca Selengkapnya......